Situasi saat ini sedang dalam kondisi genting. Seluruh pemuda dipersenjatai. Kami semua siap perang melawan tentara Amerika Serikat. Kata pimpinan di grup kami, “Amerika datang! Kita habisi mereka! Siapkan senjata kalian!”
Semua pemuda di grup ini memakai baju putih. Itu sebagai lambang kesiapan kami mati demi negeri tercinta. Kami semua siap mati!
Setelah mendapatkan brief terakhir, kami semua berpencar di posisi masing-masing. Sementara di jauh sana, tentara Amerika sudah mendarat dengan helikopternya. Mereka turun dan menyebar dengan senjata beratnya.
Saya bergerak menuju posisi. Tepatnya di bawah pohon beringin, yang sekitarnya dikelilingi ilalang setinggi dua meteran. Dengan senjata siap ditembakan, saya memantau gerakan tentara Amerika.
Tentara Amerika itu bergerak menuju ke arah saya. Rupanya saya sudah jauh dari posisi grup. Jarak saya dengan mereka sangat jauh. Saya ada di atas, mereka di lembah. Kacau! Saya bisa diamuk puluhan tentara Amerika kalau begini posisinya. Maka, saya pun bergerak menuju rerimbunan ilalang. Sayangnya, tentara Amerika juga menuju lokasi yang sama. Kami pun bertemu, saling menodongkan senjata. Saya sendiri, mereka puluhan.
“Jangan tembak! Jangan tembak! Saya ada di pihak kalian. Saya tahu strategi pemuda-pemuda di sini. Kita bisa menang lawan mereka.”
Saya meminta tentara itu untuk tidak menembak. Mereka menurunkan senjatanya dan sepakat menjadikan saya tentaranya. Saya berkhianat demi menyelamatkan nyawa dan berperang melawan teman sendiri.
Kali ini saya memimpin tentara Amerika dan memberi tahu mereka spot-spot persembunyian para pemuda. Satu per satu pemuda berbaju putih itu bertumbangan. Saya pun ikut membunuh beberapa. Sampai akhirnya pemuda itu habis tak bersisa.
Tentara Amerika terus menyerang hingga ke pedesaan. Nenek-nenek pun dipersenjatai, tetapi saya tidak berani membunuhnya. Namun tentara Amerika itu tidak pandang bulu. Semuanya dibabat habis, bahkan nenek pincang bersenjata pun ditembaknya.
Setelah musuh habis, kami semua duduk-duduk di tengah ilalang. Tiba-tiba satu tentara Amerika baru datang dan bergabung dengan tentara lainnya. Dia langsung mendongkan senjata ke jidat saya.
“Musuh! Bunuh!” teriaknya.
“Jangan!” teriak satu tentara yang sejak tadi ikutan perang,”Dia ada di pihak kita. Dia sudah membantu kita menang! Jangan tembak!”
“Tapi dia musuh!”
“Dia teman kita! Jangan tembak!”
Tiba-tiba saja tentara itu menarik pelatuk senapan dan DOR! Satu peluru mengenai perut. Saya merasakan sakit dan terperanjat. Sakit dan kaget setengah mati, kemudian terbangun.
Sigh! Saya meraba perut. Tidak ada darah. Karena, ternyata ini hanya mimpi.
“sonfmountmalang”