Don’t eat! Just read! Sepertinya ini tagline yang sangat pas untuk menggambarkan Reading Room. Kenapa begitu? Sesuai konsepnya, Reading Room aka Ruang Membaca.
Kenapa sih?
Ini penjelasan sangat sederhana dari saya sebagai orang yang baru pertama kali ke Reading Room.
Reading Room terletak di Kemang Timur Raya ini menyajikan sesuatu yang beda dari kafe atau apa pun sebutannya. Konsepnya mirip dengan rendez vous doux cafe & library di Ubud. Soal café di Ubud ini saya belum sempat menulis ulasannya. Nanti saja ya kalau sudah kelar dengan Reading Room.
Sebagai Reading Room harusnya tempat ini senyaman dan se-cozy reading room reading room pada umumnya. Ini kebalikannya. Setumpukan buku-buku rupanya tidak cukup dijadikan sebagai sebuah keunikan. Toh, dari 20 pengunjung, hanya ada satu yang iseng-iseng melirik buku di raknya. Sebagai konsep Reading Room sudah menyimpang karena tidak banyak juga orang menikmati masa-masa asiknya membaca. Mereka lebih sibuk dengan gadget dan laptopnya masing-masing. Dengan kata lain, buku hanyalah hiasan. Sayang sekali ya. Dan jika pun menyempatkan diri untuk membaca, suasananya tidak mendukung. Berisik, dempet-dempetan dan panas.
Cukup sampai di sini? Oh, tidak. Pertama kali saya memesan menu paling basic. Menunya Garlic Bread, French Fries, Cappuccino dan Mandailing. Dari keempat menu yang saya pesan, tidak ada satu pun yang nyaman di lidah. Wanginya Garlic Bread, lupakan. Asiknya mengunyah French Fries, ngayal saja. Lembutnya Cappuccino hanya angan-angan dan pekatnya Mandailing, itu…menyedihkan. Tidak ada satu pun yang enak! Serius! Mandailing itu salah satu kopi idola banyak orang. Kenapa harus dibuat hambar dan cemplang! Itu seperti mengisi air di setengah cangkir, lalu diteteskan tiga tetes cairan kopi Mandailing. Tidak ada pahit-pahitnya acan! Apalagi wangi kopi yang sudah terbayang-bayang, ah ke laut sajah. Dengan harga 25 ribu setengah cangkir, rasanya lebih baik menikmati secangkir KAPAL API! Tak apalah menjadi banci kopi. Soal Cappuccino, pacar saya geleng-geleng kepala. Didiamkan sayang, diminum juga tidak enak. Sungguh buah simalakah.
Sudahlah. Pulang saja yuk! Sepertinya makanan dan minuman di Reading Room di seting tidak enak. Supaya orang tidak memesan makanan dan minuman. Jadi datang, duduk dan membaca buku, kemudian pulang.
Tapi, saya masih penasaran. Besoknya lagi saya mengajak dua teman saya kembali ke Reading Room. Teman saya ini cukup gila membaca. Apalagi gratis. Baginya membaca gratis itu surga.
Dia memesan Latte, French Fries dan pacar saya juga memesan Latte plus Chicken Wings. Dia penasaran dengan minuman selain Cappuccino. Sementara saya memesan Aceh Gayo seharga 35 ribu. Terbayang kan harum dan nikmatnya Aceh Gayo seperti apa? Semua pasti mengharapkan hal yang sama. Ketika sampai di meja, Aceh Gayo tidak tercium harumnya. Ketika diseruput, lidah saya tidak merasakan adanya kopi mengalir panas. Ini air ditetesin beberapa tetes kopi. Damn! Menurut saya, ini penghinaan terhadapan citarasa Aceh Gayo. Ahhahahaha! Kopinya hambar! Sungguh konsisten sekali ya Reading Room ini dalam hal ketidakenakan. Latte? Buabay sajah! Pacar dan teman saya kompak bilang,”NGGAK ENAK!”
Ok. Cukuplah. Cukup kali ini terakhir ke Reading Room. Nggak layak untuk dikunjungi kembali. Maaf ya pemilik Reading Room. Ini kenyataannya lho. Bukan mengada-ngada. Tapi, saya salut dengan koleksi bukunya. Mungkin ini satu-satunya kelebihan Reading Room.
Cukup ya. Selamat membaca:)
“sonofmountmalang”