Sore hari saya sudah berada di Ubud, Bali, bersama pacar sekaligus istri saya, @dwiyuniartid. Kami berdua duduk di kedai gelato. Menikmati Ubud saat sore. Ketika ingin membayar, kedainya tidak bisa menerima pembayaran dengan kartu kredit atau pun debit. Sementara uang cash tidak ada. @dwiyuniartid berinisiatif pergi ke ATM Mandiri menggunakan Kijang Innova sewaan. Saya bilang, jangan pergi jauh-jauh ambil uangnya. Dia pun pergi, mengendarai Innova. Dalam hati saya sedikit was-was, @dwiyuniartid tidak begitu lancar menyetir mobil besar. Ah, tapi saya percaya dia tidak akan pergi jauh-jauh.
Namun, setelah sejam menunggu, dia belum kembali. Saya pun mulai khawatir. Mulai berpikir yang aneh-aneh. Saya nanya jarak ATM Mandiri ke penjaga kedai gelato. Penjaga kedai bilang tidak jauh. Nah lho! Kalau tidak jauh kenapa dia belum kembali. Saya mulai uring-uringan bertanya ke orang-orang melihat @dwiyuniartid tidak. Semua yang saya tanya geleng-geleng kepala. Sampai akhirnya saya meminta pemuda di dekat pura yang akan mementaskan kesenian Bali untuk ikut mencarinya. Mereka pun menyediakan Suzuki Katana warna merah berkarat di beberapa titik.
Kami berlima berangkat menyusuri jalanan di Ubud sambil waspada melihat sekitar jalan, jurang, kerumunan orang dan telinga terpasang mendengarkan berita di radio. Siapa tahu ada berita-berita aneh. Belum ada tanda-tanda @dwiyuniartid ada dimana. Di kepala saya mulai terbayang hal-hal buruk. Jangan-jangan dia dirampok, lalu dibunuh atau mobilnya terjun ke jurang dan hilang begitu saja. Hiks! Saya mulai panik bercampur menyesal membiarkannya pergi ke ATM sendirian. Tahu begini, saya yang nyetir saja. Sepanjang jalan saya terus menyesalinya sambil tetap berharap mendapatinya dalam keadaan hidup.
Sudah seantero Bali dicari. Jurang, tebing, lautan, hutan dan pemakaman sudah saya datangi, dia sungguh-sungguh lenyap. Tidak berkabar. Ditelepon pun tidak aktif. Saya semakin panik dan mulai berkaca-kaca. Pemuda-pemuda yang mengantarkan sejak tadi pun menghibur. Katanya, pasti ketemu, jangan khawatir. Baru saja bicaranya selesai, tiba-tiba di radio terdengar berita, “Telah ditemukan seorang perempuan dalam kondisi mengenaskan di samping mobil Innova. Sekarang sudah berada di rumah sakit. Bagi keluarga….”
Tanpa menunggu lama, saya langsung menancap gas ke rumah sakit terdekat. Di sana saya disambut seorang dokter. Ketika saya ingin masuk, dokter bilang, “Tunggu dulu. Anda siap bertemu istri Anda?”
“Lho? Kenapa dok? Saya sangat khawatir dan ingin melihat.”
“Kondisinya masih shock berat. Trauma, gegar otak dan belum bisa bicara.”
“Saya harus ketemu, dok.”
Dokter itu pun membawa saya masuk ke salah satu kamar pasien. Di sana, @dwiyuniartid terbaring melongo. Tatapannya kosong. Seluruh badannya memar penuh luka. Dari kelopaknya, air mata terus mengalir. Dia tidak mengenali saya lagi. Dia terlihat OON. Seperti kekurangan beberapa digit. Tapi dia berbisik, ”Sakit…. Sakit….” sambil menunjuk seluruh tubuhnya. Saya tidak tega. Saya pun menangis. Memeluknya. Siapa yang tega melakukan ini ke istri saya?
Dokternya bilang, ”Dia mengalami penyiksaan fisik dan kekeresan seksual. Katanya dia berhenti di depan pura saat orang Bali mengadakan upacara pernikahan. Pernikahan itu sakral bagi orang luar. Istri Anda berhenti dan menontonnya. Warga Bali tidak suka. Mereka langsung merusak mobilnya, menarik istri Anda keluar dan menyiksanya sampai babak belur. Beruntung terselamatkan saya sedang lewat di situ.”
“Astagaaa! Teganya mereka menyiksa. Jahat sekali….! Lagian ngapain sih nyari ATM sampe jauh-jauh begitu.” Saya memeluk istri saya yang tetap melongo. Sumpah! Dia menjadi OON. Wajahnya antara lucu, memelas dan membuat hati saya tercabik-cabik. Sedih rasanya melihat istri saya begini. Whuaaaaa!
“Dia butuh perawatan khusus untuk kembali normal,” ucap si dokter.
“Berapa lama, dok?”
“Tergantung. Saya tidak bisa menentukan. Sekarang biarkan dia sendirian dulu.”
Saya melepaskan pelukan. Mengusap air mata istri saya.
“Cepet sembuh ya…”
“Sakit….” bisiknya pelan.
Saya meninggalkan kamarnya dengan uraian air mata. Pemuda-pemuda yang mengantar ke sana ke mari menepuk-nepuk pundak saya. Mereka menawarkan penginapan gratis di rumah dekat pura tempatnya akan mementaskan seni. Saya akan tinggal di Bali lebih lama, sampai istri saya pulih kembali.
Dalam perjalanan pulang menuju penginapan, Suzuki Katana yang saya naiki berubah menjadi angkot. Jalannya lebih lama. Sebentar sebantar berhenti menaikan dan menurunkan penumpang. Jalanannya pun lebih panjang. Melewati perkebunan teh, bukit-bukit dan suasananya lebih panas, gerah dan ramai.
Suasana jalanan semakin lama terasa semakin simpang siur, mengabur dan mobil berhenti mendadak di turunan tajam. Membuat seluruh penumpang kaget, terhentak dan membuat saya terbangun dari mimpi yang menyedihkan.
Ketika melihat ke sebelah, istri saya sedang tertidur pulas dengan dengkurannya. Zzzzzz….! Siiuuwwww! Ngrookkk….!
Duh!
“sonofmountmalang”