Aku ingin menggambar wajahmu di sebatang pohon yang menjadi teduh, ketika hujan mengguyur, ketika surya menyala.
Aku akan melukis kita di sebatang pohon agar dunia tahu, kamu sudah menjadi milikku.
Aku ingin duduk di sini, mendengarkan apa yang kamu dengarkan, melihat apa yang kamu lihat, merasakan apa yang kamu rasa. Aku ingin duduk di sini sampai kita menjadi batu.
Dan pastinya masih ada sejuta gombalan lainnya mengalir deras di Hutan Cinta. Jika saja pohon-pohon, ranting dan daun-daun kering memiliki mulut, mereka pasti sudah muntah mendengarkan gombalan remaja di hutan ini. Jika saja pohon-pohon ini bisa menulis, mereka pastinya sudah menerbitkan teenlit atau chick lit sampai berseri-seri. Sialnya, mereka hanyalah saksi yang hanya bisa bergoyang tertiup angin kota.
Begitulah nasib menjadi Hutan Cinta, tempat berteduh dari teriknya surya, tempat remaja ibu kota meluapkan cinta. Mungkin jika malam tiba, sehelai daun pisang, atau selembar koran menjadi saksi napsu yang menggebu. Bisa jadi kan. Apa salahnya juga bercinta di alam bebas, di tengah hiruk pikuk jangkrik dan burung hantu. Itu….bisa jadi menambah tinggi sensasi birahi. Hmmm…!
Seperti salah satu remaja di video ini. Atas nama cinta, dia memberanikan diri menyeberangi lumpur danau, untuk mengambil bunga di pulau tengah danau. Konon, siapa pun yang bisa mengambil bunga di pulau tengah danau, cintanya akan diterima dan abadi. Begitu cerita yang beredar di kalangan gosiper Hutan Cinta. Namun, hanya yang hatinya tulus yang bisa mendapatkan bunga itu dan lumpur akan memutuskannya sendiri. Selamat mencoba…
Kalian mau mencobanya? Silakan meluncur ke Hutan Cinta Srengseng – Jakarta Barat.
Hutan Cinta Srengseng


“sonofmountmalang”