Saya sudah hamil tua. Tidak lama lagi saya akan melahirkan seorang anak. Melahirkan itu tidak sulit. Tinggal ngeden sedikit, lahirlah seorang bayi perempuan mungil, gemuk dan sehat. Tidak lama kemudian dokter dan suster datang untuk mengurus ari-ari dan perbayian lainnya. Sementara istri saya terlihat sedang menggendong sang bayi. Saya merasa lemas. Pingsan.
Ketika tersadar, anak perempuan saya sudah dua tahun usianya. Sedang lucu-lucunya, gemesin dan mulai bawel tidak jelas. Saya mengajaknya bermain di pantai. Saat itu muncul salah satu anggota Color Me Badd. Saya mengenalkannya ke istri.
“Saya suka istri kamu,” kata si penyanyi itu
”Coba saja. Kali-kali dia suka juga,” jawab saya.
Sejak saya bilang begitu, istri saya mulai dekat dengan salah satu anggota Color Me Badd, yang saya sendiri tidak tahu namanya siapa. Dia merayu istri saya dengan nyanyiannya dan kharisma kebuleannya. Istri saya semakin tertarik. Dia semakin akrab dengan penyanyi itu. Begitu juga dengan anak perempuan saya. Kami sudah jarang bertemu lebih dekat. Istri saya tiba-tiba saja menjauhkan kami berdua.
Isu terakhir, istri saya meminta cerai. Dia mau menikahi si penyanyi. Penyanyi itu juga meminta restu pada saya. Awalnya saya tidak peduli. Lama-lama kok saya merasa kehilangan ya. Saya tidak ingin kehilangan istri dan anak. Tapi di sisi lain, saya juga sudah mulai dekat dengan seorang perempuan lajang. Dia juga siap dinikahi. Sementara saya masih mencintai istri, dan ingin dekat dengan anak saya. Haruskah saya menjaga istri dan anak tetap menjadi bagian dari keluarga, kemudian menikahi perempuan satunya lagi? Oh, tidak. Istri saya tidak mau. Baginya lebih baik bercerai daripada harus dimadu. Saya mulai bimbang. Memilih istri dan anak saya atau memilih perempuan lainya.
Dalam kondisi bimbang itu, istri saya masih berbaik hati. Dia memberikan kesempatan sekali lagi. Duh! Pusing begini. Saya mau istri saya, anak saya dan juga pacar saya. Maruk sekali!
Saya harus memilih. Saya bilang ke istri,”Kita tetap cerai, tapi anaknya untuk saya.” Istri saya tidak mau jauh dari anak.
Akhirnya, saya mencoba mendekati istri saya. Merangkul anak perempuan yang awalnya tidak mau. Perlahan saya rayu. Dia pun mau digendong. Senangnya bisa menggendong kembali anak sendiri.
“Please…, jangan nikah sama penyanyi Color Me Badd itu…”
Saya memohonnya.
“Boleh. Tapi kamu jangan nikah sama perempuan lain.”
“Hmmmm…”
Saya berpikir.
“Ok,” ucap saya, “Saya akan putusin dia dulu. Kamu tunggu di sini.”
Dengan hati yang masih terombang-ambing, saya berjalan menuju tempat tinggal pacar yang ada di tengah kota. Saya berjalan melewati setapak demi setapak jalanan beraspal sampai seluruh pemandangan buyar. Tersisa hanyalah suara ngorok dahsyat. Suara itu semakin keras dan nyata, dan membuat mata saya terbuka.
Setelahnya, saya tidak bisa tidur lagi karena ngorok rekan kerja yang tidur di ranjang sebelah super dahsyat. Sambil mencari ngantuk gila datang, saya merasa-rasa rasanya melahirkan seorang bayi.
Dan, ngomong-ngomong, melahirkan itu ternyata mudah yah. Heeeeee!!? #mimpibanget
“sonofmountmalang”