Di rumah mertua saya sedang ada acara Lenongan. Dimeriahkan artis-artis OVJ. Mereka mencoba melucu di depan saya, @dwiyuniartid dan seorang pengusaha terkenal kaya raya keturunan Arab. Artis-artis OVJ itu terus melucu, tapi kami semua tidak ada yang tertawa. Malahan hati saya cemburu melihat pengusaha Arab itu memegang tangan istri saya. Saya pukul saja dada pengusaha itu menggunakan guling sofa. Dia malah semakin erat memegang tangan istri saya. Risih melihatnya. Istri saya berusaha melepaskannya. Pengusaha Arab gilak! Berani-beraninya menggoda istri orang.
“Eh, jangan kurang ajar ya! Saya ini suaminya!” umpat saya.
“Kenapa? Masalah?” ucap pengusaha Arab itu tenang.
“Masalah! Pergi loe dari rumah gue!”
Saya mengusir pengusaha Arab itu.
Pengusaha Arab pergi menggunakan mobil Ford Escape warna silver. Katanya,”Tunggu loe di sini! Gue bunuh loe!” ancamnya.
“Gue tunggu! Gue nggak takut!” tantang saya.
Setelah dia pergi, istri saya menunjukkan BBM. Terlihat ada BBM dari pengusaha Arab itu. Isinya,”Yang bakalan gue bunuh suami loe sama Si Sule. Si Sule lawakannya nggak lucu. Suami loe udah menyinggung perasaan gue.”
Saya sedikit ciut. Sebab, katanya si pengusaha Arab itu cukup terkenal. Banyak relasi sama polisi dan preman-preman di Tanah Abang. Istri saya menyuruh sembunyi. Belum juga sempat beranjak dari sofa, suara pistol meletup-letup. Belasan peluru menghantam tembok. Saya menunduk, kemudian merangkak menuju pintu belakang. Mertua saya memunguti peluru yang menancap di dinding. Banyak sekali pelurunya. Ukurannya sebesar ibu jari orang dewasa. Kebayang kan pistolnya segede apa.
Daripada mati konyol di tangan pengusaha Arab itu, lebih baik saya melarikan diri. Saya pun kabur lewat pintu belakang. Di sana sudah menunggu mobil bak terbuka berisi keranda ayam. Saya pun masuk ke tengah keranda. Sembunyi di tengahnya. Mobil melaju menuju suatu tempat yang sangat jauh.
Sialnya, si pengusaha itu mengirimkan pasukan premannya. Preman-preman itu mengejar mobil yang saya tumpangi menggunakan Hummer. Kepala-kepala preman keluar dari jendela. Tangannya mengacung-ngacungkan segala jenis senjata. Mereka tidak berhenti menembaki mobil. Peluru-peluru mengenai ayam. Darah ayam bercipratan. Lantai mobil bak terbuka dan keranda ayam penuh darah. Bersyukurnya saya belum terkena.
Untuk menyelamatkan diri, saya mengambil darah ayam. Membalurkan ke kaki, dada dan perut. Kemudian saya pura-pura mati. Eh, sepertinya mereka tahu saya belum mati. Mereka pun memberondong saya dengan shotgun. Pecahan pelurunya mengenai dengkul saya. Darah mengucur, tapi tidak terasa sakit. Ah, pura-pura mati deh. Gagal. Mereka sudah semakin dekat. Mobil yang saya tumpangi dihentikan. Sopirnya ditembak mati. Dua orang menarik saya dari keranda ayam. Mereka menodongkan shotgun dan pistol. Sementara di ujung jalan sana, polisi tidak berani mendekat. Si pengusaha Arab itu juga ada, berdiri penuh senyum keparat di samping polisi. Dia memberikan tanda, “Bunuh!” ke para preman itu.
Dua moncong senjata mematikan menempel di kepala saya. Dalam hitungan satu, dua dan DOR! Saya ditembak mati tepat di kepala.
Kaget, kemudian bangun, dan saya masih hidup. Hiuh….!
“sonofmountmalang”