
Sore-sore. Matari kriyep-kriyep. Langit penuh uban. Kabut menyelimut. Bukit-bukit hilang. Rumah-rumah menyamar. Dingin kemudian mencekami tulang-tulang, kulit-kulit dan pori-pori. Uap menyembur setiap kali mulut mengeluarkan napas. Hidup pun lantas tergigil-gigil di bukit. Ini nikmat yang tak tertahankan. Menahan dingin sambil membicarakan masa depan, masa tua dan manula.
Saya ingin bahagia, dari sejak puluhan tahun lalu, sekarang, esok dan esoknya lagi dan hingga tak terhingga. Saya dan partner perjalanan panjang, @dwiyuniartid, memutuskan akan selalu bahagia. Menghabiskan masa tua di sebuah bukit hijau, pohon-pohon rindang, bunga-bunga memekaran, udara sejuk, jendela menghadap gunung, hujan semunggu sekali datang di depan bale-bale rumah, kopi panas dan pisang goreng di atas meja, musik jazz ala Norah Jones atau sejenis Stacey Kent menggiring romantisme kehidupan di usia senja. Rasanya…., sempurna. Bukan begitu?
Itu sekilas khayalan saya ketika menopang dagu di atas kursi kayu lantai paling atas tempat saya menunggu secangkir kopi dan sepiring pisang goreng panas tiba di atas meja.
Sebetulnya saya pernah menulis sekilas tentang tempat nongkrong anak-anak usia galau ini, tapi rasanya kok ingin kembali menuliskannya ya. Tak apa-apa ya.
Kopi Ireng merupakan spot favorit saya kalau ke Bandung. Bisa dibilang, setiap kali ke Bandung, saya mampir ke Kopi Ireng. Seperti sebuah kewajiban. Jika tidak dilaksanakan, rasanya kok merasa berdosa ya. Hahahah! Kalah dah tuh kewajiban dari Tuhan:p!
Kenapa Kopi Ireng ini membuat saya ingin kembali dan kembali lagi?
Pertama, posisinya ada di Dago. Pemandangannya langsung ke kota Bandung. Udaranya dingin kalau sudah malam. Tempatnya cozy, termasuk nyaman dan membetahkan meskipun terkadang sangat berisik dengan ababil-ababil genit minta digaruk! Itu bisa diabaikan. Ababil-ababil ini juga biasanya enak dilihat dan menggemaskan. Hmmm! Sluurpppp! Hahahahah!
Tempat ini pas untuk menulis, sebab bisa jadi inspirasi terus mengalir seperti kabut di seberang mata. Saya bisa berjam-jam duduk di sini sambil berbincang santai, serius, bercanda, ngopi, ngemil dan ngayal jorok jika terpikirkan.
Bagaimana dengan makanannya? Hmm…! Saya tidak pernah memesan makanan berat di sini. Menu favorit saya itu PISANG GORENG dan KOPI HITAM! Pesanan saya tidak berubah dari waktu ke waktu. Ini pasangan sejati untuk diadu di meja kayu. Setelah menggigit pisang goreng panas, kemudian menyeruput kopi panas nan pahit. Saya bilang, “DELISIA!” @dwiyuniartid bilang,”LEBAY AH!” Biarin sih!
Tapi jangan sekali-sekali datang ke KOPI IRENG di bawah jam dua ya. Soalnya nih tempat ngopi bukanya di atas jam 2. Datanglah jam-jam lima, jam yang pas untuk melihat kota Bandung perlahan berubah menjadi gelap dan bercahaya. Jika langit sedang cerah, bebarapa bintang centil menggoda di langit gelap. Waktu yang pas untuk merayu pasangan. Ohom! Ohom! Susah ya kalau masih ABG begini. Tidak bisa lengah melihat celah.
Soal harga, ya masih masuk akal lah dengan pemandangan dan tempat yang enak se-Kopi Ireng mah. Lagipula, makanan apa saja bisa jadi enak kalau pemandangannya mendukung. Hahahah! Pembenaran!
Nah, sebagai teaser, saya kali ini menghadirkan foto-fotonya ya. Semoga cukup membuat kalian ingin mampir ke sini. Hihihih! Kaya saya dibayar saja nih sama Kopi Ireng ya. Bukan begitu sih, saya nulisnya jujur. Kalau jelek ya saya tulis jelek, kalau bagus ya saya tulis bagus. Begini nih enaknya nulis tidak dibayar pemilik resto atau warung kopi mana pun. Jadi, rekomendasi saya jujur berdasarkan pengalaman. Iya iya! Yuk! Ngopi!










“sonofmountmalang”