
Dasar dodol loe! Dodol banget sih tuh anak! Pernah mendengar ucapan itu kan ya? Dari pertama mendengar ucapan itu, saya berpikir, kenapa ya? Kenapa harus dodol sih loe? Kenapa dodol? Maksud saya kenapa harus dodol yang dijadikan korban ungkapan untuk sebuah ‘ketidakbecusan, bodoh, oon, bego’ dan ungkapan negatif lainnya. Apa coba yang menjadikan dodol harus berada di posisi tidak mengenakan dalam sebuah ungkapan jelek? Apa dodol itu makanan yang bikin bego? Apa dodol itu bentuknya bego? Apa dodol itu bego? Apa orang yang makan dodol itu orang bego? Apa dodol itu dibuat orang bego? Atau apa?!?! Saya belum menemukan jawabannya. Mungkin di akhir tulisan akan ada jawabanya.
Sekarang, kita bahas dulu makanan khas Garut ini. Sebenarnya, dodol tidak hanya ada di Garut. Di Cianjur, Sukabumi, Betawi dan mungkin beberapa daerah lain di Indonesia juga bisa ditemui makanan jenis ini. Tapi entah kenapa, Garut ini identik sekali dengan dodol. Rasanya lebih pas menyebut Dodol Garut ketimbang Dodol Cianjur, Dodol Solo, Dodol Jogja, kecuali Dodol Betawi ya. Mungkin ini yang membuat saya tetap mencintai negeri Indonesia. Setiap daerah memiliki kekhasannya sendiri, yang tidak bisa digantikan oleh daerah lainnya. Contohnya, kalau kita sebut Bika, itu enaknya pake kata Ambon. Coba Bika Sunda atau Bika Solo, aneh kan? Atau misalnya Peuyeum, itu pasti enaknya dikawinkan dengan kata Bandung. Ah, soal Peuyeum juga menarik ya. Nanti deh saya bahas. Sementara fokus ke dodol dulu ya.
Dodol. Salah satu cemilan khas Garut. Tidak akan pernah sempurna wisata ke Garut jika pulangnya tidak membeli dodol. Setuju?
Dodol ini merupakan salah satu cemilan manis bercitarasa tinggi! Hah! Lebay! Sebab, katanya, membuat dodol itu tidak mudah. Dibutuhkan kesabaran, keuletan, kegigihan, kekuatan, rasa, cita, cinta, peluh, semangat, keahlian dan semua kebaikan jiwa harus menyatu, untuk membuat dodol terasa nikmat di lidah.
Ada banyak rasa dodol di Garut. Ada dodol wijen, dodol nanas, dodol tomat, dodol durian, dodol coklat, dan masih banyak lagi jenis-jenisnya. Semua jenis rasa ada. Tinggal pilih saja. Bahkan sekarang tersedia dodol untuk mereka yang ingin terus bersemangat, jatuh cinta, jomblo, sedih dan rasa-rasa lainnya. Terdengarnya alay sekali ya. Hmmm…! Jadi pengen makan dodol, minumnya teh tawar panas dari Gunung Papandayan atau kopi pahit, juga dari Gunung Papandayan dan makannya juga di puncak Gunung Papandayan, sambil menikmati pemandangan dari ketinggian. Pasti saya orgasme di tempat. Awww!
Kalian mau? Kalau saya, maunya dodol buatan nenek, tanpa pengawet dan tanpa bahan-bahan kimia. Hari ini dibuat, hari ini dimakan. Kalau di Garut, dodolnya sudah berhari-hari dan pastinya menggunakan bahan pengawet supaya tahan lama. Saya tidak suka itu. Kata ibuku, pengawet itu tidak baik untuk kesehatan masa depan. Hebat juga ya ibuku ini. Hiii:D!
alu, kembali ke pertanyaan di awal, kenapa harus kata “DODOL BANGET SIH LOE” itu menggunakan kata “DODOL.” Kenapa? Karena dodol itu kenyal, alot dan bentuknya dodol banget. Maksudnya dodol banget itu apa? Ya itu. Bentuknya cuma lurus, bulet dan kotak. Pokoknya bentuknya itu dodol banget. Atau, ada yang tahu? Saya menyerah. Saya tidak tahu persisnya. Mungkin karena saya DODOL! Maksudnya manis? Gitu? Hmmm! Mungkin. Kalian tahu? Ya kalau kalian nggak tahu, sama aja lah kalian juga DODOL! Haaaaahahahah!
Dan, dodol ini mengantarkan pada akhir tulisan saya selama traveling di Garut. Kali bener-bener yang terakhir ya. Percaya deh. Sampai di sini, sampai bertemu di traveling Garut selanjutnya. Sambil ngumpulin duit, sambil mikir, enaknya traveling kemana ya. Hmmmm….! *mikirhebat*





“sonofmountDODOL!” *aneh*