Sambungan NGUREK….
Semalam lalu sampai dimana ya cerita NGUREknya? Hmmm….! sampai di momen belut menarik kail ke dalam. Apakah benang harus ditarik atau tidak? Itu semua tergantung insting soal jenis belut apa yang ada di dalam lubang.
Tidak banyak sih jenis belutnya. Hal paling mendasar adalah jenis belut didasarkan pada ukurannya. Ukuran belut sangat mempengaruhi kekuatan tenaganya. Semakin besar belut, semakin besar tenaga. Jika salah strategi, kail akan lepas bahkan benang bisa putus seketika. Memangnya sebesar apa sih belutnya? Ukuran belut dimulai dari seukuran kelingking anak SD sampai seukuran jempol kaki orang dewasa. Selain ukuran, belut juga memiliki beberapa watak. Ada yang pantang menyerah, ada yang suka melakukan gerakan berputar, ada yang sengaja keluar dari lubang, ada yang pasrahan dan ada juga yang ngotot, tidak mau kalah. Untuk tipe belut pantang menyerah, cara paling ampuh adalah tarik ulur supaya tenaga belut perlahan mengendur. Untuk tipe belut melintir, caranya harus segera menari benang ke pematang sawah dan menangkap belut dengan cepat. Untuk jenis lainnya, lebih mudah diatasi, yaitu menarik perlahan ke permukaan. Tipe belut ini paling gampang ditangkap.
Khusus untuk tipe pantang menyerah, pastikan saja kailnya terbuat dari baja, benangnya terbuat dari nilon yang bisa menarik beban lebih dari satu kilo. Soalnya ada belut di salah satu rawa yang sudah memutuskan puluhan UREK. Tidak pernah ada seorang pun berhasil menarik belut keluar dari lubangnya. UREK akan putus dalam baku tarik menarik. Bahkan ada rumor, itu belut siluman. Jika pun tertangkap, maka penangkapnya bisa mati mendadak. Serem juga ya.
Tapi memang belut jenis rawa ini tenagangnya bisa 4 kali lipat dari belut-belut di sawah. selain ukuran belut rawat itu rata-rata sebesar jempol orang dewasa, juga karena struktur rawanya yang banyak akar-akar rumput. Jadi belut bisa lebih banyak memiliki pegangan untuk adu tarik kekuatan. Dalam kondisi ini ya hanya ada satu kemungkinan, menang atau kalah, tergantung kekuatan kail dan benang. Dan biasanya dibutuhkan dua orang untuk menarik belut keluar dari lubangnya. Kalau sendirian sih siap-siap keringatan, ngeden dan deg-degan. Soalnya, belut yang sudah keluar dari lubang dan terangkat ke sisi rawa juga tidak mudah dipegang. Ukuran besar, tenaga besar dan geliatnya lebih lincah. Untuk menaklukannya adalah ketika sesampainya belut terangkat ke sisi rawa, segeralah taburkan abu gosok. Itu cara paling gampang. Belut menjadi keset dan siap dimasukan ke dalam ember. Pertarungan pun selesai.
Kita kembali ke sawah ya. Lubang belut di sawah biasanya mudah ditemui. Jaraknya pun tidak pernah terlalu jauh. Satu meter dua meter sudah ketemu lubang belut. Lalu, apakah semua lubang ada belutnya? Nah ini kadang suka menipu. Lubangnya sih mirip lubang belut, tapi tidak jarang juga di dalamnya ada kepiting sawah atau gabus sawah. Paling sial ya bertemu kepiting sawah, umpan habis dengan cepat, eh pas ditarik ke pematang tahunya kepiting sawah. Sial tuh! Kalau gabus sawah masih oke untuk dimakan. Dan beruntungnya selama pengalaman NGUREK, saya tidak pernah mendapatkan ular. Ini paling serem nih kalau kejadian!
Sudah cukup terbayangkan adegan NGUREK di sawahnya? Oh ya ada yang lupa, soal tipe belut. Ada jenis belut yang hanya muncul ke permukaan jika permukaan airnya ditiup-tiup. Biasanya belut ini sedang bertelur dan jenis belut ini paling gampang di-UREK. Ini jenis belut gampangan. Satu lagi, belut paling ngeselin. Ini jenis belut kalau di-UREK, dia langsung menyedot air di lubangnya hingga kering kerontang dan membuat kail urek tidak bisa bergerak masuk. Jenis belut ini enaknya tidak usah di-UREK, cukup acak-acak saja sekitar lubangnya dan tinggalkan begitu saja. Emosi! Hahahahaha!
Terus kira-kira banyak tidak ya hasil NGUREK ini? Untuk seorang yang ahli dan penuh kesabaran, setiap tiga menit bisa menarik belut ke pematang sawah. Anggap saja dari pematang sawah sepanjang 25 meter itu ada 40 lubang dan 30 belut didapat. Kebayangkan kan banyaknya hasil ngurek. Pulang dengan ember atau kantong penuh belut. Sesampainya di rumah, belut yang masih hidup dibersihkan, digoreng bumbu kuning, dimakan bersama nasi panas, sambal pedas dan teh tawar panas. Kemudian hujan deras mengguyur kaki Gunung Malang, selanjutnya tinggal duduk di teras rumah sambil menikmati gemericik hujan dan sisa teh panas. Hmm….!
Jadi rindu Gunung Malang. Sudah ah. Semakin banyak cerita semakin mau jalan-jalan ke desa-desa di kaki Gunung Malang dan desa-desa di seluruh Indonesia. Pasti seru ya. Sementara simpan dulu ya mimpi jalan-jalannya, sekarang kita tidur sejenak. Besok malam saya dongengin lagi ya.
Saatnya tidur & selamat malam. Zzzzzzz…..!
“sonofmountmalang”