
Beberapa hari lalu saya bilang ya, akan melanjutkan perjalanan dari Batu Hiu ke Green Canyon. Supaya lebih seru, saya akan kembalikan dulu tulisannya ke Cagar Alam Hutan Pananjung di Pangandaran. Tidak apa-apa ya. Green Canyon bagian terakhir saja. Soalnya ada cerita seru selama perjalanan ke sana. Asiknya diceritain di akhir. #bikinpenasarankan?
Hutan Pananjung, eh orang sekitar sih menganggap itu gunung. Sebut saja Gunung Pananjung. Aneh sih kalau dibilang gunung. Lebih tepatnya karang bukit atau bukit karang atau gunung karang. Ah, apa pun sebutannya. Saya lebih sreg menyebutnya Hutan Pananjung.
Menurut cerita, Hutan Pananjung ini yang memecahkan ombak ketika tsunami terjadi, sehingga dampaknya tidak terlalu parah. Menurut cerita juga, seminggu menjelang tsunami, petugas di hutan tidak menemukan binatang apa pun. Hutan terasa lebih sunyi, senyap dari biasanya. #mistis
Itu menurut cerita petugas di Cagar Alam Hutan Pananjung, yang posisinya berada di ujung pantai Pangandaran, memisahkan Pantai Timur dan Barat. Sementara yang bisa saya lihat dan rasakan adalah ya ketika saya masuk ke dalamnya.
Kira-kira, ada apa di dalamnya? Saya rangkum singkat saja ya biar tidak bertele-tele. Setubuh?
Untuk bisa masuk ke Cagar Alam, biaya per orang dikenakan 9.500 rupiah saja. Beberapa pengunjung yang tidak mau bayar biasanya pura-pura berenang di Pantai Barat, lalu pelan-pelan melewati pagar pembatas di pantai dan masuk ke hutannya. Cara lain dengan menyewa perahu di Pantai Barat atau Timur untuk berkeliling Hutan Pananjung.
Di dalam hutan saya disapa petugas atau tour guide-lah istilahnya. Saya tidak tahu apakah petugas ini resmi dari pemerintahan atau kerja sama dengan pemerintahan. Saya lupa bertanya soal itu. Yang pasti, tour guide ini menyodorkan paket per orang 50 ribu rupiah, minimal 10 orang. Sementara keluarga sebesar 150 ribu saja. Harga yang cukup mahal, menurut saya lho. Tapi tak apalah karena ini pertama saya ke Pangandaran. Ingin tahu juga sih ada apa di dalamnya. Kali-kali dengan membayar 150 ribu mendapat jimat ganteng dan bisa kaya raya mendadak:p. #amin!
Kalau kalian tidak ingin tour guide juga tak apa-apa. Tour guide bukan sebuah keharusan. Jalan-jalan sendiri di tengah hutan juga boleh. Masalahnya informasi soal wisata jadi terbatas. Padahal banyak cerita-cerita seru dan mistis di setiap tempat.
Pertama, saya menuju GUA JEPANG. Nih Jepang ngehe juga ya. Kelakuannya kaya kalong, dimana-mana doyan banget bikin gua. Jangan-jangan orang Jepang nih dulunya asli orang gua. Di gua ini sang pemandu, sebut sajalah namanya Mang Rasyid supaya gampang, menceritakan sejarah gua Jepang. Ada ruang penyiksaan, penjara, penyimpanan senjata dan jalan untuk kabur. Khusus penyimpanan senjata, di bawahnya terlihat botol plastik. Emang sampah nih pengunjung. Bisa-bisanya buang sampah di gua tempat wisata. #esmosi
Kata Mang Raysid, gua ini dibuat dengan cara ROMUSA! Pinter juga dia. Cukup menguasai materi nih si amang. Di gua ini saya tidak berlama-lama. Guanya pendek. Tidak sepanjang gua di Bandung. Istilahnya sih, ini gua basa-basi. Kurang pol. Menurut saya lho. Kayanya, Jepang yang datang pada jaman itu juga cuma beberapa saja. Kayanya sih. #sokteyu
Kata Mang Rasyid juga, ada satu gua yang ujungnya langsung menuju pantai. Gua tersebut sudah ditutup pemerintah karena sering longsor. Wehhh! Sayang ya. Kenapa tidak dijaga dengan baik supaya tidak longsor. Katanya juga lagi, gua di sini dibiarkan sealamiah mungkin. Tanpa campur tangan manusia sekarang. Lha? Ini kan daerah wisata. Bijimana caranya kalau tidak dirawat. Terserah deh. Semoga Mang Rasyid membaca tulisan saya. Supaya dia jadi penggerak di Hutan Pananjung. #sookkk!
Lalu, gua Jepang ini unik? Kalau tidak tahu cerita di balik gua ini, siapa pun pasti akan berpikir, ah apanya yang unik. Yah, terkadang yang bikin seru cerita di baliknya sih. Ya nggak?
Kedua, saya menuju situs Batu Kalde. Di sini hanya ditemukan reruntuhan batu mirip makam. Sama sekali tidak ada menarik-menariknya. Juga dibiarkan alami apa adanya. Tapi cerita di balik Batu Kalde ini sangat panjang. Mang Rasyid bersemangat menjelaskan sejarah dari awal Hindu masuk di hutan Pananjung sampai akhirnya diambil alih Islam. Wah! Ini bakalan panjang banget kalau saya ceritakan ulang. Tidak usah yah? Nggak apa-apa ya? Atau mau saya ceritain? Kalau saya ceritain, tulisan soal Cagar Alam Pananjung ini akan bersambung. Ceritain? Yakin? Ya sudah. Saya ceritainlah.
Situs Batu Kalde merupakan sisa reruntuhan Candi Hindu Kuno yang pernah berkuasa di Pananjung. Ada pun patung sapi yang moncongnya dipotong itu jelmaan Raden Arya Sapi Gumarang, seorang kepercayaan di kerajaan Pananjung. Untuk mengenang jasanya, penduduk hindu setempat memahat batu di kuburannya. Pahatan itu berupa sapi jantan, namun penduduk mengenalnya Kalde, dalam bahasa Sunda, atau keledai dalam bahasa Indonesia. Jauh juga ya, dari mirip sapi ke keledai. Hmmm…! Bingung saya!
Mungkin jika ditelusuri lebih dalam lagi, ada sejarah lebih besar di balik kuburan atau candi ini. Mungkin ada kaitannya dengan kerajaan hindu di Bali atau Jawa. Bisa saja begitu. Lokasi kerajaan Pananjung ini adanya di ujung pulau, tempat mendarat para perantau yang datang dari pulau lain. Mungkin lho yaaaa! Saya tidak tahu persis sejarah detailnya. Mungkin di Pangandaran ini dibutuhkan historian yang bisa menggali keberadaan kerajaan Pananjung, silsilah dan asal usulnya. Supaya ada nilai jual lebih Hutan Pananjung. Dan, ya sebisa mungkin dirawat dong ya. Jangan mengusung kata sealaimaih mungkin, bukan berarti harus dibiarkan begitu saja. Setuju?
Yang jelas, candi di sini sudah tidak berbentuk. Menurut cerita, candi ini dihancurkan ketika Islam masuk ke Pangandaran. Tujuannya untuk menghilangkan musrik atau sejenis penyembahan terhadap berhala. Itulah sebabnya juga kenapa moncong sapi dipotong, ya katanya, katanya dan katanya supaya penduduk islam tidak terlalu mengagung-agungnya Raden Arya Sapi Gumarang. Itu juga salah satu bagian dari musrik.
Cape saya ceritanya. Ngos-ngosan nih. Gimana kalau dilanjut di hari berikutnya ya postingannya. Supaya tidak tumplek plek semua di sini. Nggak apa-apa ya. Besok saya tulis segala jenis gua sekaligus! Biar cepat kelar dan bisa jalan-jalan ke Bali lagi. Haaaaaaaa!???
Gua Jepang






Situs Batu Kalde




“sonofmountmalang”