
PAYUDARAKU JADI KENDOR. SASALAK JADI LAER = BIJI JADI KENDOR *kayanya*
Okeh! Sebelum membahas Pantai Barat, tempat makan, penginapan dan lain-lainnya, saya akan kembalikan perjalanan ke Green Canyon. Kalian sudah siaaaaaap!? Yuk! Ikuti perjalanannya.
Seperti saya bilang di awal-awal, bahwa niat saya ke Pangandaran, salah-satunya adalah bisa berenang dan mengambil gambar Green Canyon yang begitu melegenda. #lebay!
Dengan penuh percaya diri, saya keluar dari Batu Hiu menuju Jalan Raya Cijulang. Menurut google map, waktu tempuh sekitar satu jam lebih. Okeh. Satu jam gampanglah.
Avanza pun meluncur di…. jalanan….aspal…..yang awalnya…..sedikit berlubang…….sampai lubang dimana-mana….sampai lubang sepanjang jalan. Mobil saya pun harus bersaing dengan truk-truk besar, kontainer dan bis pariwisata. Gigi mobil tetap di gigi satu. Sesekali terdengar bunyi gasruk lambung mobil terkena cuatan aspal dan tanah.
Menyerah? Tidak! Meskipun sahabat saya, @minkewh, bilang, “Kalau mau ke green canyon, loe akan merasakan serunya GELOMBANG SELATAN!”
Saya pikir bercanda, ketika saya perlahan-lahan menyusuri Jalan Raya Cijulang, gelombang selatan benar-benar ada dan saya rasakan. Rasanya, tete saya semakin lama semakin beneran turun terkena ajrugan-ajrugan sepanjang jalan. Saya tetap bersabar. Tetap waspada dengan lubang-lubang sebesar kubangan kerbau. Mobil beneran hanya bisa 10 KM/jam sampai harus berhenti. Mau nyalip truk pun tidak bisa. Jalanan di sebelah kanan lebih hancur, lubangnya lebih dalam dan besar. Kalau hujan, saya jamin sih nih mobil Avanza berendem dan tidak bisa bergerak. Sahabat saya, bilang,”Kalau hujan, ban truk gue aja hilang!”
Saya menyerah? Tidak! Demi mencapai Green Canyon, saya bersabar. Terus secara perlahan melajukan mobil dengan hati-hati. Salah lubang, as mobil bisa patah. Sesekali saya menemukan jalan tidak berlubang. Itu pun hanya 50 meteran. Setelah itu, saya menemui kehancuran lagi.
Tidak apa-apa ya, kita lanjut. Sudah tanggung. Sudah ada di sini. Kalau tidak ke Green Canyon, sayang kan. @dwiyuniartid pun menyerahkan sepenuhnya ke saya. Wong saya yang nyetir. Yo wes! Saya lanjut.
Eh, dua jam perjalanan belum sampai juga. Jalanan pun semakin hancur. Bahkan saya melewati satu titik dimana pemilik-pemilik rumah memasang spanduk protes. Hmmm…! Ada yang tidak beres nih. Lanjutlah! Meskipun dalam hati saya mulai ragu. Lanjut atau tidak. Tanggunglah! Di google map tinggal 6 km lagi. Selama masih beraspal, lubang masih bisa diatasi.
Tapi, apa yang terjadi?? Apa yang terjadiiiii?! Tete saya beneran sudah turun. Kesabaran sudah punah. Jalanan pun berubah menjadi sungai berlumpur. Beneran! Jalanan isinya lumpur sedalam setengah ban, bahkan lebih. Ditambah lubang-lubang, gelombang-gelombang. Dari sini saya mulai khawatir. Tidak ada aspal. Beneran tanah coklat berlumpur. Kalau hujan, saya tidak bisa balik. Jalanan ini tidak akan bisa dilewati. Kecuali mobil saya khusus offroad dengan ban segede kebo!
Hati saya menciut. Saya mencari jalanan penuh lumpur yang sedikit rata. Mutar balik mobil dan kembali ke Pangandaran. Sudahlah! Lupakan Green Canyon! Lupakan Batu Karas. Lupakan semuanya! Kita melihat sunset di Pantai Barat saja sambil ngopi dan ngobrol bersama @minke, kenapa jalanan begitu sehancur amburadul.
Rupanya, truk-truk, mulai dari plat A, B, D, AB, R, AD, BH dan plat lainnya, mendapat izin dari pemerintah Ciamis untuk mengeruk PASIR BESI di Cipatujah. Izin itu baru diberikan Januari – Februari, jalanan sudah hancur lebur. Masyarakat Pangandaran sudah menolak habis-habisan, sudah demo, sudah protes dan sudah melakukan segala cara, Pasir Besi tetap dikeruk, jalanan semakin hancur, pemerintah dan aparat kepolosian tidak melakukan apa-apa. Mereka sudah kompakan menghancurkan jalanan. Dan, pastinya, uang dari izin pengerukan pasir lari ke kantong-kantong pejabat pemerintah.
Masyarakat sudah pasrah. Jalanan di depan rumahnya, akses satu-satu ke banyak tempat, wisata, kota dan lainnya, hancur. Becek parah saat hujan dan berdebu parah saat kemarau. Mereka disiksa truk-truk penambang pasir. Mereka disiksa pemerintahan Ciamis.
Dampaknya, jalanan yang harusnya ditempuh sejam, jadi tiga jam. Jalur wisata ke Batu Karas, Green Canyon dan sekitarnya berkurang. Bis-bis besar harus ekstra hati-hati. Pemasukan penduduk daerah wisata juga berkurang. Wisatawan ogah-ogahan melewati jalanan hancur. Namun mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Premanisme penggalian Pasir Besi sudah menyatu di tubuh pemerintahan. Rakyat dan wisatawan menjadi korbannya.
Semoga, pemerintahan Ciamis ingsap! Dan menghentikan penambangan gila-gilaan Pasir Besi di Cipatujah. Semoga saja, mereka dibukakan pintu hatinya, bahwa wisata merupakan aset masa depan yang tetap harus dijaga dengan baik.
Untuk sementara, saya tidak merekomen kalian ke Batu Karas atau pun Green Canyon, kecuali kalian mau berjuang kembang kempis di jalanan sampai payudara kalian kendor dan biji kalian semakin turun, kecuali juga kalian naik bis besar dan bersiaplah merasakan serunya GELOMBANG SELATAN!
Sekian!
Selamat gagal ke Green Canyon dan surfing di Batu Karas. Kita nikmatin senja di pantai barat saja ya.














“sonofmountmalang”