
Kaliandra. Jenis pohon sekategori dengan pohon petai cina. Tumbuhan liar. Bebas tumbuh di mana saja. Di sisi sungai. Di sisi hutan. Di tengah hutan. Di sisi kebun cengkeh. Di sisi kebun teh. Di sisi kebun pertanian. Tanaman Kaliandra bebas tumbuh sesukanya. Ukuran pohonnya paling besar bisa mencapai sebesar paha orang dewasa. Hidupnya pun tidak soliter. Kaliandra terbiasa hidup berkelompok.
Pohonnya cukup berguna bagi penduduk di kaki Gunung Malang. Karena ini termasuk pohon liar, tidak dilindungi, maka penduduk bebas menebangnya untuk kayu bakar. Jenis pohon yang mudah kering dan mudah terbakar sangat cocok untuk dijadikan kayu bakar. Tapi ya itu, karena mudah terbakar, jadinya cepat habis di perapian.
Selain untuk kayu bakar, Kaliandra juga sangat berguna untuk berburu burung. Semua pohon Kaliandra selalu berbunga dan menghasilkan buah sejenis petai. Buahnya cukup keras. Cara membukanya dengan dipelintir. Buah sejenis petai cina rasanya manis. Ini salah satu buah yang bisa dimakan kalau tersesat di hutan. Cukup mengenyangkan perut.
Bunganya merupakan surga burung-burung penghisap minuman manis. Mulai dari kolibri, burung kacamata atau biji nangka dan burung-burung lainnya.
Karena Kaliandra menjadi pusat perkumpulan burung-burung, maka saya dan kedua sahabat gila-gilaan di kaki Gunung Malang selalu datang pagi atau sore hari di deretan pohon Kaliandra. Kami bertiga biasa merebahkan tubuh di bawah pohonnya. Sambil menikmati cemilan ringan berupa singkong atau ubi, kami menyaksikan banyak burung di dahan-dahan Kaliandra. Sementara satu sahabat yang ahli menggunakan senapan angin terus membidik burung-burung di dahannya. Satu peluru ditembakkan dan satu burung pun jatuh tidak jauh dari tempat kami bertiga merebahkan tubuh. Burung-burung yang jatuh langsung disembelih dan ditaruh di atas daun pisang. Sahabat saya akan menembak burung apa saja. Tidak pandang warna, jenis dan ukuran.
Kalau sudah banyak burung terkumpul, kami bertiga meninggalkan pohon Kaliandra. Biasanya pergi ke saung di tengah sawah atau saung siapa saja. Di saung itulah bulu-bulu burung dicabutin, kemudian membuat api dari ranting-ranting seukuran jempol kaki. Burung yang sudah bugil dan dibuang isi perutnya siap dipanggang di atas bara. Wangi bakarannya membuat perut meronta-ronta.
Jika sudah matang, burung-burung tersebut akan segera dilahap. Tidak akan ada yang tersisa. Tulangnya pun dilumat.
Setelah kenyang, saya dan kedua sahabat gila-gilaan kembali ke kaki Gunung Malang. Pulang ke rumah masing-masing. Kapan hari lagi kami bertiga akan kembali berburu burung menggunakan senapan angin. Lumayan kan dapat makanan enak.
Mau mencoba? Berburu burung di bawah pohon Kaliandra menggunakan senapan angin, kemudian memanggang hasil buruan? Nyam! Pasti enak.
“sonofmountmalang”