Sedikit siang. Jelang sore. Sekitar jam setengah empat. Matahari seolah berbenah diri. Cuaca mulai sejuk. Angin bertiup. Saya dan ketiga rekan kantor, Anggia, Yana dan Lita sedang berada di kota Bogor. Kami bertiga berjalan di pematang sawah menuju rumah tingkat dua berbilik bambu. Menurut kebanyakan orang, rumah-rumah di tengah sawah itu adalah rumah-rumah untuk pijat sehat. Ada beberapa rumah untuk pijat syahwat. Berhubung saya jalan bareng tiga teman cewek, jadinya kami menuju rumah pijat sehat.
Kami masuk ke dalam rumah. Di dalam itu saya disambut mbak-mbak resepsionis. Suasana rumahnya enak. Menyenangkan. Sejuk. Wangi. Cocok sekali untuk relaksasi sambil dipijit. Bisa tertidur enak kalau begini jadinya.
Sementara Anggia, Yana dan Lita sudah duduk di posisinya masing-masing. Mereka sudah mulai dipijit. Saya masih bingung. Pijit nggak ya.
Ketika pelayannya nanya,”Mas mau dipijit juga?”
“Belum tahu,” jawab saya.
“Kalau mau, di lantai dua juga ada,” ucapnya.
“Plus-plus?”
“Nggak, mas. Di sini khusus pijet bersih sehat. Kita nggak jual layanan esek-esek.”
“Ohhh…!”
“Kalau mau, cari di rumah lain saja,” katanya sambil menunjuk ke luar pintu,”Di sana banyak, mas.”
“Nggak deh. Saya cuma nanya saja. Ya sudah. Saya pijat di atas saja.”
“Silakan. Pelayan kami akan mengantarkan.”
Saya pun diantarkan ke lantai dua. Di sana sudah menunggu seorang pemijat cewek. Muda. Cantik. Semok. Semlokai. Bohai dan sejenisnyalah.
“Duduk, mas…” ucapnya lembut.
Saya duduk di kursi sedikit merebah. Pelayan yang mengantarkan saya pamit turun. Tinggalah saya dan cewek pemijit itu.
Mulailah dia memijit kaki saya. Posisi cewek ada di bawah, dekat kaki saya. Hmmm…! Mulai aneh nih posisinya. Aneh atau kesempatan.
“Sekalian mijit esek-esek aja yuk!” ajak saya.
“Ah, nggak boleh mas. Di sini khusus pijit bersih sehat,” ucapnya sambil terus memijit. Tapi kenapa dia mengangkat rocknya? Aneh. Katanya pijit bersih sehat, kok malah menggoda saya. Glek!
“Blowjob pelan?” goda saya.
“Nggah ah, mas. Nanti dipecat perusahaan.”
Tapi tangannya malah mijit selangkangan saya. Kemudian terjadilah adegan yang diinginkan para pria di panti pijat. Namun, baru juga rangsang-merangsang, manajernya datang ke lantai dua dan menegur kami berdua. Saya kaget. Gagal ngaceng. Gagal blowjob. Dan sesak napas. Saya meminta manajernya untuk tidak melaporkan ke teman saya, Anggia, Yana dan Lita. Takutnya kalau mereka tahu, hancurlah reputasi saya sebagai pria alim, beragama dan baik-baik.
Sang manajer terus marah-marah. Akan melaporkan ini itu. Akan menuntut ini itu. Saya pun menyogoknya dengan uang ratusan ribu rupiah.
“Lain kali jangan coba-coba. Takutnya usaha saya dibubarkan polisi. Ini kan khusus pijat bersih sehat. Tanpa esek-esek segala,” keluhnya.
Saya turun tangga sempoyongan dan sesak napas. Ketika di luar, saya muntah dan tetap susah bernapas. Ketika napas saya semakin susah, saya terperanjat dari ranjang. Kaget dan mencoba mengatur napas.
Hiuh! Sial. Bangun-bangun kondisi badan dalam kondisi cape. Ngecrod juga nggak ya. Mimpi yang gagal. Hihihihih!
“sonofmountmalang”