Akhir-akhir ini, sebagian masyarakat Indonesia merasa dijengahkan oleh perilaku, tindakan dan ucapan Farhat Abbas. Banyak yang ingin sekali membunuhnya, tetapi tidak juga melakukan pembunuhan terhadap Farhat Abbas. Ada juga yang ingin membelah batok kepalanya, untuk memastikan bahwa tidak isinya apa-apa di dalamnya. Banyak yang ingin menonjok dan merobek mulutnya. Banyak yang berharap juga dia mati tersambar petir. Dan banyak reaksi-reaksi ekstrim lainnya tentang Farhat Abbas.
Saran saya, JANGAN BUNUH FARHAT ABBAS! Biarkan dia hidup dan mati pada waktunya.
Bagaimana pun juga bangsa dan masyarakat Indonesia masih membutuhkannya. Kenapa begitu? Sebab, kita memang butuh orang seperti Farhat Abbas untuk menguji sejauh mana kita bisa menahan emosi dan melatih kesabaran hingga level paling puncak.
Ia sedang mencuri perhatian seluruh masyarakat Indonesia. Ia memerankan peran yang orang lain tidak ingin perankan. Ketika orang lain membela, dia sebaliknya. Ketika orang lain membenci, dia mencinta. Apa pun Si Abbas lakukan supaya menjadi orang paling beda. Ketika orang lain menanggapinya, dia bahagia. Dia telah mendapatkan panggung yang ia inginkan. Semakin banyak orang memaki dan membenci, semakin dia menjadi dewa bagi dirinya sendiri.
Kita, kalian dan orang-orang di lingkaran kebencian, adalah fans berat Farhat Abbas. Segala cara dilakukan untuk terus tahu update terakhir Farhat Abbas dengan lawan-lawannya.
Hasilnya? Farhat Abbas semakin terkenal. Kita dan kalian semakin menumpuk dan menyebarkan kebencian, kedongkolan, kekesalan, kegemasan dan perasaan negatif lainnya. Semakin Farhat Abbas bertingkah, semakin kita dan kalian menaikkan level kebencian, namun kita tidak bisa mendapatkan setitik pun manfaatnya. Begitu nggak sih? #nanya
Pada kesimpulan akhirnya, kita semua sedang dimainkan Farhat Abbas. Emosi, kejiwaan, perilaku dan sampai status facebook, tweet, path dan meme-meme di dunia maya. Kita tertawa dengan rasa benci.
Pada kesimpulan berikutnya lagi, kita tidaklah beda jauh dengan Farhat Abbas. Alias 11-12. Melayani orang-orang bodoh, apa bedanya kita kalau begitu? Hmmm..!
Namun, ada cara terbaik supaya kita beda dari Farhat Abbas. Membentengi diri dari hal-hal berbau Farhat Abbas. Menahan diri untuk tidak mencaci. Menyalurkan perasaan kepada hal-hal lain. Ada banyak hal yang lebih penting dari Farhat Abbas. Bukan begitu? Mengacuhkannya berarti tidak memberinya panggung. Biarlah dia berhenti dan mungkin mati karena kesepian, kesendirian dan ketidaktenarannya.
Bisakah? Saya pun gemas dan ingin ikutan memaki Farhat Abbas, namun untuk apa? Untuk siapa? Manfaatnya apa? Dan saya dapat apa?
Pesan seorang biksu Thailand di wihara atas gunung pernah bilang ketika saya marah-marah karena sesuatu hal. Dia bilang begini,”Jika marahmu bisa menghentikan sesuatu yang tidak bisa dihentikan dan jika marahmu bisa menjadikan sesuatu yang tidak baik menjadi lebih baik, lantas apa gunanya. Marah tidak pernah ada yang melarang, tetapi jika bersikap baik bisa membutamu lebih bahagia….”
Selanjutnya, silakan. Putuskan sendiri.
****tulisan ngaco di tengah selingan dongeng dan tulisan lainnya****
“sonofmountmalang”