Keseruan apa lagi yang pernah saya jalani ketika hidup dalam kegelapan tanpa listrik di kaki Gunung Malang? Mengejar HAPHAP!
HAPHAP? Apaan itu? Kalau kalian pernah mendengar Cekiber, ya itulah nama lainnya. Nama dalam bahasa Sunda, tepatnya. HAPHAP binatang serupa cicak atau minibunglon. Hidupnya di pohon. Makanannya serangga. Dia bisa menyaru dengan pohon yang ia tempati. Gerakannya cepat dan bisa terbang. Kulit tipis di sisi kanan dan kiri tubuhnya sangat elastis dan bisa mengembang ketika ia loncat dari satu pohon ke pohon lainnya.
Apa serunya HAPHAP ini?
Serunya? Adalah berburu HAPHAP! Tidak semua orang bisa menangkap HAPHAP dengan mudah. Pertama, harus bisa memanjat pohon dengan cepat. Kedua, harus tahu akan terbang ke pohon mana lagi si HAPHAP ini. Kelebihannya dia kan selain manjat pohonnya cepat, juga bisa terbang. Sementara saya dan anak-anak lainnya hanya bisa memanjat. Jadi harus tahu arah terbang HAPHAP supaya saya dan anak lainnya segera bisa memanjat pohon selanjutnya atau bahkan sudah siap nangkring di pohon yang akan disinggahi HAPHAP. Tidak mudah kan?
Seru, ‘kan? Memanjat satu pohon ke pohon lainnya. Berlari dari satu pohon ke pohon lainnya. Sampai kadang akhirnya capai sendiri dan HAPHAP tidak didapat. Tapi tidak selalu begitu kejadiannya. Terkadang, ada juga yang bisa mendapatkan HAPHAP. Biasanya HAPHAPnya sudah capai manjat pohon dan terbang, terpeleset kemudian jatuh ke tanah. Kalau sudah jatuh ke tanah, menangkapnya jauh lebih mudah. Kalau sudah dapat, ya dibawa pulang ke rumah dan dipelihara. Yang memelihara ya yang menangkap. Besoknya lagi, saya dan anak lainnya berburu kembali sampai semua anak memiliki HAPHAP. Kalau sudah bosan memeliharanya, HAPHAP dilepaskan ke pohon. Begitu terus. Saya dan anak lainnya hanya menikmati keseruan saat berburu. Berteriak. Berlari. Berkeringat. Bekerjasama. Jatuh bangun. Terguling di rerumputan. Terguling di tanah. Sampai tercebur sungai. Adu panjat cepat. Loncat ke sana. Loncat ke sini. Kalau ada yang berani, meloncat dari satu pohon ke pohon lainnya. Dengan catatan, jarak pohon satu dengan pohon lainnya saling berdekatan.
Jika pun tidak mendapatkan HAPHAP, hati tetap senang. Karena itulah salah satu permainan yang menyenangkan dan seru yang biasa dilakukan oleh saya dan anak-anak di kaki Gunung Malang. Setelah berburu HAPHAP selesai, saya dan anak lainnya pergi ke curug sungai. Di sana kami semua berendam air segar pegunungan sambil, tentu saja, perang air dan adu tahan napas di dalamnya curug.
Bagaimana? Sudah terbayang kan suasana serunya?
Sekarang, saya akan menceritakan mitos tentang HAPHAP.
HAPHAP itu hebat. Dia bisa loncat atau terbang dari satu pohon ke pohon lainnya tanpa terjatuh. Telapak tangannya bisa lengket ketika ia mendarat di pohon. Nah, karena ia sebegitu lengketnya, anak-anak di kaki Gunung Malang percaya, bahwa jika seorang kiper membalurkan HAPHAP yang dibakar sampai gosong ke telapak tangannya, maka ia bisa jadi kiper HEBAT. Bola tidak akan pernah bisa lepas dari tangannya ketika ditangkap. Makanya, setiap kali ada pertandingan bola antar kecamatan atau antar sekolah, seorang kiper haruslah dibalurkan arang pembakaran HAPHAP, supaya jago menangkap bola. Begitulah mitos yang lahir di kaki Gunung Malang tentang HAPHAP.
Lalu, apakah sang kiper jadi HEBAT? Ah, tidak juga. Setiap kali bertanding bola, saya dan anak-anak lainnya lebih banyak kebobolan. Kata kipernya, kita kalah, karena HAPHAP yang kita tangkap masih anak-anak. Halah! Alasan. Memang saya dan anak lainnya tidak cocok bermain bola serius. Kami cocoknya bermain bola untuk seru-seruan.
Main bola seru-seruan kaya apa sih?
Tunggu saja DONGENG TIDUR TALA berikutnya.
Inilah bentuk HAPHAP jika belum tahu:p

“sonofmountmalang”