
Saya pernah berjanji, jika usianya sudah menginjak setahun, saya akan membawa sahabat kecil yang mungil, Virgillyan Ranting Areythuza, berlibur singkat ke Bali. Meskipun dia tidak tahu apa-apa tentang konsep liburan, tidak mengerti apa-apa konsep Bali, tapi setidaknya, saya mulai menanamkan semangat berpetualang, semangat melangkah menuju satu tempat ke tempat lainnya.
Awalnya saya khawatir ketika di pesawat. Takut tidak tahan dengan tekanan udara dan tidak tahu cara mengatasinya. Ternyata asik-asik aja ya. Hanya gelisah sedikit saat take off dan molor setelah itu sampai mau mendarat di Bali.
Karena dia baru satu tahun, yang makannya juga masih sedikit ribet, jadi perjalanan tiga hari di Bali dijalani dengan santai. Tidak ada target harus ke mana dan jalan ke mana atau pergi ke mana.
Jalan ke Bali kali ini lebih santai, mengikuti ritme sahabat kecil saya, Virgillyan Ranting Areythuza, yang ya suka-suka dia.
Beruntung selama di Bali, dia tidak rewel. Sepertinya menikmati suasana Ubud meskipun cuaca di Ubud lagi panas. Biasanya udara malam Ubud terasa lebih dingin, kali ini sedikit panas. Mungkin bermalam di sekitar Bedugul atau Kintamani akan merasakan nikmatnya dingin. Untunglah villanya ber-ac.
Kali ini juga saya menginap agak sedikit jauh dari keramaian Ubud. Saya menginap di sekitaran Jalan Penestanan. Sedikit ke pelosok. Tidak ada jalan raya menuju penginapan. Jalannya sengaja tidak dibuat untuk mobil. Warga sekitar tidak mengizinkan jalan menuju sekitarnya dibuat untuk lalu lalang mobil.
Mungkin niatnya baik. Selain mengurangi polusi, juga mengurang bising. Buat saya tidak masalah. Ya jalan kaki sekitar 300 meter hitung-hitung olah raga walaupun pihak vila menyediakan antar jemput dengan motor. Tapi, barang bawaan ya pakai motor. Asik kan? Saya menginap di Ubud Heaven, yang sekali lagi hanya saya orang lokal Indonesia yang menginap di sini. Sampai-sampai ada anak kecil setempat bilang, “Wahhh! Ada orang Indonesianya juga yang nginep…” Weleh!

Penginapan seperti ini dan kebanyakan di Ubud memang sangat cocok untuk berlama-lama, khususnya mereka yang sedang mencari ide menulis. Ya, aura Ubud cocok untuk menjadi tempat menggali tulisan. Banyak inspirasi bisa lahir di Ubud. Terasa lebih sejuk, sakral dan jauh dari hingar bingar macam Seminyak dan sekitarnya.
Setelah kelar tidur di Ubud, tentu saja hal yang wajib dilakukan adalah mengunjungi pusat kerajinan tangan di Tegalalang. Di sini nih tempat yang bikin mata kalap dan isi dompet megap-megap. Di sini juga bisa mendapatkan banyak sekali ide untuk berbisnis. Hmmm…! Hahahaha! Dari dulu, setiap kali ke Tegalalang selalu begitu pikirannya. Berbisnis. Yuk! Bosan kan kerja mulu.
- Mengajak Ranting ke pusat kerajinan di Tegalalang. Beberapa pengrajin di sini mengikuti trend dan cenderung musiman. Ini salah satu yang lagi trend di Tegalalang. Borong yuk!
Tidak lupa juga makan salah satu gelato terenak di Ubud. Gelato Gaya. Glek! Mau?
Selanjutnya saya membawa Ranting ke Kuta. Maunya sih membawa di ke Lovina atau Amed, cuma berhubung liburan cuma dua malam dan itu anak juga masih belum bisa diajak jalan ke sana ke mari terlalu jauh, jadinya pantai pertamanya di Bali ya Kuta. Saya sendiri tidak begitu suka ke Kuta, ya sekali ini sajalah. Next time, kalau ke Bali lagi, akan saya ajak di ke Bali Utara atau Bali Selatan atau Bali Timur. Pantainya lebih alami dan tidak banyak sampah.
Di Kuta, saya menginap di Hotel Bene. Enak dan nyaman untuk bayi. Jarak ke pantai juga tinggal jalan kaki empat menitan.
Seperti biasa, kebanyakan bayi pada umumnya, doyan maen aiirrrr. Ranting nggak mau beranjak dari pantai. Diajak pulang karena cuaca Kuta sedang kurang asik, dia nggak mau. Apalagi dia kalau diajak ke pantai-pantai bersih di belahan Indonesia lainnya, kayanya bakalan kemping di pantai dia.
Next time ya, kita jelajahi Indonesia lebih jauh lagi. Amin!


“sonofmountmalang”