Pilkada sedang berlangsung. Semua orang ingin menang. Semua kubu ingin menang. Semua pendukung ingin menang. Tetapi ada satu kubu yang ingin semuanya tidak menang. Kubu yang ingin semua kubu yang ikut pilkada itu saling serang satu sama lain. Saling berperang. Saling membunuh. Agar terjadi kekacauan.
Mereka menyebut dirinya sendiri HACKERIAN.
Seluruh tentara sudah dikerahkan untuk menahan serangan dari hacker, juga serangan dari para kubu pembela calon pemimpin daerah. Beberapa hacker akhirnya bergabung menjadi penyusup dengan para pembela kubu. Mereka sama-sama menyerang melawan tentara.
Adegannya ada di hutan. Hutan rimba. Hutan bergunung. Dan, tentara sudah berhasil mematahkan beberapa hacker dan kubu yang sudah terkena hasut. Beberapa tentara mati di medan hutan. Beberapa hacker juga mati, namun mereka terus melancarkan serangan untuk bisa menjadikan suasana menjadi kacau.
Saya menyaksikan semua itu, dan akhirnya ikut membantu tentara. Meminjam senjata dari mereka. Bersembunyi di barisan paling depan, di balik semak-semak, sambil menyiapkan senjata ke arah para penyusup yang datang dari segala arah.
Ketika para hacker dan berbagai kubu menyerang, tentara langsung membantainya. Darah-darah berceceran. Mayat berserakan. Hutan rimba bertanah coklat pun berubah memerah. Korban tidak hanya datang dari para hacker, tentara pun jadi korbannya. Mereka perang jarak dekat. Suara teriakan. Jeritan dan letusan serta rentetan senjata tidak ada hentinya. Tentara saling bantu membantu untuk memukul mundur para perusuh.
Saya menarik mundur diri ke bukit paling tinggi. Sembunyi di balik semak. Kali ini dengan senjata khusus untuk sniper. Senjata paling canggih. Bisa melihat musuh dari jarak lima kilometer dan bisa melihat dengan jelas gerak-gerik musuh. Kemudian menembaknya dari jarak super jauh, lalu mereka bertumbangan.
Seru juga ya. Pantesan banyak orang doyan perang. Ada sensasi seru saat peluru menembus tubuh para perusuh dan hacker. Mereka tumbang satu per satu tanpa tahu dari mana asalnya tembakan.
Tapi, ada satu orang yang tahu keberadaan saya. Dia prajurit tangguh. Berlari kencang menaiki bukit dan menerobos hutan. Semua tembakan yang saya lepaskan tidak bisa mengenai tubuh saking kencang larinya prajurit itu.
Meskipun begitu, beruntung ada beberapa peluru menembus tubuhnya. Dia tetap bisa berlari dan mencoba menembak saya dari jarak dekat. Sayang, senjata saya jauh lebih canggih padahal tinggal dua peluru. Dalam kondisi ia siap menembak dari jarak dekat, saya langsung melepaskan peluru mengenai dadanya. Dua peluru membuatnya ambruk.
Sebelum meninggal, ia berpesan ingin dikuburkan di hutan.
Adegan langsung berubah ke suasana saya berada di lapangan luas, di puncak gunung, dengan jutaan jenis tanaman berbunga dan kupu-kupu cantik terbang di sekitaran bunga.
Lalu, muncul Prabowo. Ia cengar-cengir. Katanya, “Seru kan bikin dunia kacau.”
            “Oh, jadi, semua ini ulah bapak?” tanya saya.
            “Tentu.” Jawabnya, “Tapi tenang,” lanjutnya, “Sudah saya suruh semua perusuh untuk mundur.”
            “Lalu sekarang gimana?” tanya saya lagi.
            “Kita turun gunung. Kita ketemu Pak Harto ya.”
Prabowo turun gunung. Saya ikut di belakangnya bersama beberapa pengawalnya. Sepanjang perjalanan turun gunung, kami melewati perkebunan sayuran dan kebun kacang tanah. Prabowo, sambil berjalan, mencabut tanaman kacang tanah. Setelah mencabut beberapa tanaman kacang, ia mendapatkan tanaman kacang yang sudah banyak kacangnya. Ia membagikannya ke pengawalnya.
            “Nih, cemilan,” katanya.
Ketika sampai di bawah, di kebun kacang yang lebih luas, Prabowo ketemu Pak Harto. Eh, bukannya Pak Harto sudah meninggal ya? Oh, ternyata masih hidup. Pak Harto masih segar. Ia duduk di kebun kacang. Sambil minum kopi dan makan kacang, bersama beberapa pejabat lainnya.
Lalu, datang lagi seorang bapak tua menggendong bayi raksasa. Bayi itu katanya nge-fans banget sama Pak Harto. Saat kami semua ngobrol, bayi itu keluar dari gendongan dan berubah menjadi Ucob Baba. Ucok Baba lansung memeluk Pak Harto dan menciumi Pak Harto. Sampai Pak Harto bingung harus berbuat apa.
Saat sedang kami semua sibuk di tengah kebun kacang, adegan jump cut ke gubuk di tengah kebun. Di sana, terlihat ada bapak tua mau bunuh diri dan satu cewek sedang mencari bapak tua itu. Bapak tua menyiapkan alat untuk bunuh diri berupa tambang dan sabit tajam. Sabit melilit di lehernya dan jika tambang itu diputus, maka sabit akan segera menggorok lehernya.
Si cewek mulai masuk ke gubuk, dia mencari bapak tua yang sudah menyayat tambangnya. Pelan-pelan dan penuh kepastian. Pas tambangnya putus dan sabit memutus lehernya, pas si cewek mendombrak pintu.
Sayang, sudah telat sekali. Bapak tua itu sudah meningal di tempat. Kepalanya tergantung, badannya terjatuh dan darah muncrat ke mana-mana.
Adegan selanjutnya mulai tidak jelas. Semakin tidak jelas. Dan saya pun bangun dari tidur.
“sonofmountmalang”
Cat.: Mimpi ini bertepatan dengan Pilkada dan sebelum tidur saya nonton film seri Mr. Robot.
 

2 responses to “mimpi copywriter (47) perang hacker di pilkada”

  1. johanesjonaz Avatar

    terus si mayat grepe-grepe tete si cewek.

komen sebagian dari blogging!:))

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: