Mungkinkah bahwa ngopi dan kopi bukan budaya kita. Bukan sesuatu yang telah tertanam sejak jaman purba, yang sudah mendarah tanah ketika daratan nusantara ada, bukan sesuatu yang lahir sebelum mahluk bernama manusia menjejali pulau di Indonesia.
Kalau rela dibilang, kopi memang bukan budaya asli kita. Kalau mau tahu, baca saja sejarah kopi di Indonesia dan sejarah kopi dunia. Sejarah bilang, bangsa Etiopia di benua Afrika sekitar 3000 tahun (1000 SM) yang lalulah yang menemukan, menyadari, bahwa kopi ternyata bisa diminum sebagai minuman berkhasiat berenergi. Tetapi, meksipun, masih ada perdebatan juga sih, katanya, kopi ditemukan 800 SM. Tidak begitu pentinglah soal selisih tahun. Yang jelas, budaya kopi dan ngopi di daratan Afrika, kemudian berlanjut ke Timur Tengah dan Turki jauh lebih mendarah tanah. Tidak heran kan, banyak penulis, filsuf atau pun sastrawan, menggambarkan kopi dengan bahasa seanjing-anjingan. Bahkan, di negara-negara yang mungkin juga di semua nadi penduduknya sudah mengalir cafein sejak lahir, lahir juga peribahasa yang bisa jadi tidak bisa kita punya. Ya kan?
Karena memang kopi bukan budaya asli kita. Kopi merupakan komoditas, sama halnya dengan teh, kina dan rempah-rempah lainnya, yang dimiliki Belanda. Jadi, kopi, pada waktu itu, milik Belanda dan negara-negara tujuan ekspor Belanda.
Skip soal Belanda yah. Kita kembali ke soal kopinya saja.
Nah, karena ngopi bukan budaya bangsa kita, jadi tidak banyak orang yang seolah menutup mata soal kopi jelek, busuk, baik, terbaik dan metode-metode pembuatannya. Dan, cara yang kita pakai tidak pernah, kayanya, berkembang terlalu jauh. Setuju?
Coba, siapa yang pernah mendengar klaim, bahwa budaya KOPI TUBRUK itu milik asli Indonesia? Semua orang pasti pernah mendengar dan membacanya. Menurut sejarah juga, karena kita bukan bangsa yang ngopi banget, maka prosesnya pun masih mengikuti cara pengopi dari benua lain. Karena konon, cara membuat KOPI TUBRUK itu adalah cara yang dibawa oleh PEDAGANG TIMUR TENGAH, yang sudah menjadi budaya mereka, menyeduh kopi dengan cara DITUBRUK ke Indonesia. Bahasa kerennya, TURKISH COFFEE dengan cezve-nya dan sudah diakui oleh UNESCO sebagai warisan kebudayaan dunia.
Kita hanya mengadaptasi dan kemudian menjadi ‘kebudayaan kita’ dan cara menyeduh kopi kita tetap ditubruk. Belum berkembang jauh meskipun kita memiliki ratusan jenis kopi di seluruh pelosok Nusantara. Mungkin karena itu tadi, ngopi bukan budaya kita, jadi apa peduli kita.
Tetapi, bersyukurlah sedikit, budaya ngopi mulai menjamur di negeri ini. Meskipun metodenya dan alatnya made in Jepang, Cina, USA atau pun Italia dan kita masih lebih suka kapucino, prapucino, mokacino, kokocino, cicicino, kakacino dan cino-cino lainnya. Setidaknya, ada harapan bagi petani yang bersusah payah menanam kopi, sehingga mereka bisa hidup sedikit makmur dari kopi dan bangsa kita bisa belajar mengerti dan menikmati kopi berkualitas, bukan kualitas asal-asalan.
Dan, kita, semoga bisa mengembangkan metode brewing-brewing yang belum dikembangkan atau pun ditemukan negara lain, sehingga kita bisa memiliki metode brewing kopi yang lebih mendunia dan milik kita, kebudayaan kita, asli! Dan kita MEMPRODUKSINYA!
Jadi, tujuannya apa sih nulis beginian?
Nggak ada. Pada akhirnya, tidak penting kita punya budaya atau metode apa soal ngopi. Yang penting itu, selalu sedia kopi terbaik dari berbagai belahan dunia di rumah dan di meja kantor dan perlengkapannya. *NYEMBAH HARIO dan KALITA*
Selamat ngopi!
*Tulisan ini tulisan sotoy, nggak usah diprotes yah:)))))))
“sonofmountmalang”