
Kelagian, malamnya diguyur hujan, membuat kami khawatir, bangun-bangun di tenda, tendanya sudah berada di tengah lautan alias hanyut terbawa arus ombak. Tapi, ketika ditanyakan ke petugas, petugasnya jawab, “Ombaknya nggak pernah gede. Palingan sebentar lagi surut. Paling jauh sampe di situ,” petugas menunjuk ke batas ombak, yang jaraknya sekitar satu meter dari pintu tenda.
Baiklah!
Benar saja. Paginya tiba, airnya surut, menyisakan sisa-sisa sampah yang terbawa arus gelombang. Kemudian, kami membereskan tenda. Saat yang lain sibuk foto-foto di dermaga sambil ngopi dan nyemil, saya memisahkan diri, mencoba mencari sesuatu yang unik di Pulau Kelagian. Harusnya sih, Pulau Kelagian ini dijelajah sampai ke hutannya, cuma takut juga kalau nggak ada pemandu, tiba-tiba nanti menginjak ranjau dan sejenisnya, mampuslah saya. Dan, harusnya juga, di arah barat pulau ini, setelah dilihat-lihat dari Google Earth sih, di arah barat Pulau Kelagian ini ada spot sepi, pasir putih dan mungkin lebih bersih karena nggak dilewati arus laut yang dilewatin sungai isi sampah.
Namun, berhubung hari memiliki keterbatasan, sementara mobil terkunci belum diapa-apain, perut lapar karena semalam cuma makan Indomie dan siangnya mau jalan-jalan di kota Lampung untuk mencari kedai kopi enak!
Jadinya, saya cuma menyusuri pantai di sebelah kanan dermaga, yang sama sekali nggak ada penghuninya dan nggak ada yang berani main, plus juga di baliknya hanya ada belantara savana.
Saya luntang lantung sendirian. Pantainya lebih landai dari pantai di dekat dermaga. Cuma memang tidak diurus. Sampah dibiarkan berjejalan di perbatasan pasir dan daratan. Sampahnya pun banyak yang bukan sampah alami. Banyak sampah plastik. Sengaja saya tidak foto sih. Saya foto yang bagus-bagusnya saja.
Mungkin di pulau ini butuh tenaga ekstra untuk membersihkan sampah-sampah yang terbawa arus. Mungkin jangan hanya membayar 50 ribu per tenda. Mungkin membayar 200 ribu per tenda untuk uang lebih para pembersih ekstra. Mungkin tidak usah ada warung rombong supaya less sampah di pulaunya juga. Mungkin harus lebih disadarkan lagi bagi semua pengunjung untuk peduli lingkungan.
Mungkin.
Karena saya bawel, mungkin saatnya pulang, meninggalkan Pulau Kelagian yang sedang dibersihkan dari sampah-sampah oleh petugas yang jumlahnya hanya dua.
Semangat!
Selamat tinggal, Pulau Kelagian! See you when i see you!


















Note:
Jangan percaya tukang foot
“sonofmountmalang”