
Coba.
Siapa yang tidak suka senja. Bahkan Seno Aji Gumira saja menulis cerpen maha gaib, “Sepotong Senja untuk Pacarku” Bahkan penyair jaman jebot hingga penyair karbitan jaman kekinian, pun doyan memuja senja. Mengukir kalimat seanjing mungkin, hingga mampu mengalahkan keanjingan senja itu sendiri.
Memangnya, apa yang menarik dari sebatang senja? Kalau saya, padahal saya sudah berkali-kali memotret senja, menuliskan sesuatu tentang senja, dan, kemudian, kali ini, saya memotretnya lagi dan menuliskannya sesuatu lagi. Benar-benar tidak penting tulisan ini yah.
Tapi, kan, selalu ada sudut pandang baru, yang bisa ditulis, tentang keseharian senja. Jika beberapa rentang waktu yang lalu, saya menuliskan senja dari kacamata bola mata seorang wanita, yang memantulkan senja memerah padam. Dan, jika beberapa jedaan waktu di masa silam, saya menuliskan senja yang mencahayai pipi syahdu seorang gadis terduduk di atas batu dekat pohon kelapa ketika daun di atasnya melambai-lambai dan ombak membela-belai.
Kali ini, saya menulis senja dari sudut pandang berbeda. Ngomong-ngomong, masih penting banget ya si senja ini ditulis. Memangnya, apa untungnya menulis soal senja ini. Dibayar juga tidak oleh senja. Ah, tapi, ya sudahlah yah. Hitung-hitung mempromosikan senja.
Kembali ke pertanyaann di atas. Siapa yang suka senja? Kenapa?
Kalau saya, kenapa suka senja? Karena eh karena, senja itu GRATIS!
Sekian.
Lhaaa?!




“sonofmountmalang”
Note:
Anjing merupakan ungkapan baru untuk sesuatu yang beyond keren! :))