
Siapa yang pernah memiliki keinginan untuk bisa menghabiskan masa tua, atau, setidaknya, memiliki rumah di atas bukit tinggi atau di pesisir laut bebas polusi cahaya, dengan rumah dan tempat tidur serta ruang membaca beratapkan kaca, sehingga ketika malam menaburkan benih-benih cahaya semiliar warna bentuk dan ukuran, kita bisa dengan penuh khidmat menikmatinya.
Ini yang kita sebut kemewahan tanpa batas yang jauh lebih berharga bintang kelas sembilan di tengah kota. Ini pula yang disajikan malam di Ujung Kulon di pesisir sepi berombak dan di balik jendela kamar dan di taman-taman. Adalah menikmati langit berbanjir bintang. Seperti memuntahkan brutal begitu saja dengan keagung-anggunan yang menjadikan bibir terus berdecak dan pikiran langsung tenggelam ke level bahagia sambil sesekali bilang membilang dan mengajak bocah “Virgillyan Ranting Areythuza” petualang di pangkuan saya menghitung bintang yang tak terhitung.
Andai saja membawa lensa lebih bermartabat, kamera terhormat dan tripod lebih manusiawi, mungkin saya bisa mengambil bintang-bintang dan galaksi bima sakti secara paripurna ala-ala fotografer NATGEO. Haaaaaa?!!!! *ngayal babu!
Karena semua keterbatasan, jadinya lebih banyak duduk rebahan sambil ngopi, ngobrol dan menikmati orkesta langit malam.
Siapa mau?






“sonofmountmalang”