“Malam ini aku akan mendongengkan tentang buah kupa.”
“Are you ready?!!” teriak saya ke Ranting.
Pada suatu hari. Di kaki Gunung Malang. Sewaktu aku masih keciiillll sekali. Setiap kali habis main bola, main di sawah, main di sungai, main di hutan, main ke kebun teh, main layangan dan main apa saja sesuka hati sampai haus dan lapar, biasanya aku pergi ke kebun mencari pohon apa saja yang sedang berbuah. Bisa manggis, bisa jambu air, bisa jambu batu, bisa nanas. Pokoknya buah apa saja yang bisa dimakan buahnya. Termasuk buah Harendong. Nah, ini buah langka juga.
Tetapi ada buah yang lebih langka lagi dan idola anak-anak di kaki Gunung Malang untuk menyegarkan semangat bermain kembali. Dialah Si Buah Kupa. Buah Kupa ini nama lainnya itu buah Gohok atau ada juga yang bilang buah Gowok. Buah inilah salah satu idola buah anak-anak di kaki Gunung Malang. Karena berbuahnya bukan kaya jambu batu yang berbuah kapan saja. Ini buahnya buah musiman.
Nah, sehabis main sampai lapar tadi dan kekurangan tenaga, aku dan teman-temanku pergi ke sisi hutan di kaki Gunung Malang, menuju pohon kupa yang sedang berbuah. Posisi pohon kupa ini ada di sisi hutan, namun berada di sisi hutan dengan posisi paling tinggi. Jadinya kalau duduk di bawah pohon kupa ini, kita bisa melihat rumah-rumah penduduk desa dari ketinggian. Melihat hamparan sawah, kebun cengkeh, kebun teh dan kebun kopi. Dari ketinggian ini juga aku dan temanku bisa mendengar kehidupan di kaki Gunung Malang.
Kalau sedang beruntung sekali, aku dan temanku tidak perlu memanjat pohon kupa. Biasanya yang sudah matang, sudah berjatuhan di bawah. Tinggal memungutnya saja, kumpulkan di atas daun lebar, gosok-gosok sedikit ke baju dan dimakanlah sambil santai. Kalau tidak, ya salah satu dari kita memanjat. Kalau malas manjat pohonnya, gampang sekali itu, ambil batang pohon sebesar lengan, terus lemparkan saja sekuat-kuatnya ke dahan-dahan yang penuh terisi buah kupa matang. Bruuuulll! Buah kupa berjatuhan. Tinggal dipungut saja bersama-sama, dikumpulkan dan dimakan sambil santai di bukit sisi hutan.
Mau tahu rasanya buah kupa kaya apa?
Rasanya? Hmmm…! Kalau warnya masih hijau bercampur ungu tua atau ungu muda, dijamin, ketika digigit, rasanya, ASEEEEEMMM! Bikin mata melek dan lelah hilang seketika. Kalau mengambil yang warna sudah hitaammmm sekali, nah ini, kalau digigit, rasanya manis dan asamnya tipis. Warna ini yang dicari semua anak-anak di kaki Gunung Malang.
Biasanya, aku dan temanku, makan buah kupa sampai kenyang. Keringat sudah hilang, lelah pun hilang dan semangat bermain kembali datang. Untuk mengetes energi, semua berdiri di atas bukit, menarik napas dalam-dalam, lalu berteriak ke arah lembah.
Begini teriakan pertama,”HALOOOOOOOO!!!!” dan disambut echo, “HALO..! LOW LOW LOW LOW LOW….!”
Temanku lainnya, teriak lagi, “SIAPA DI SANAAA!” disambut echo, “Siapa di sana…! Na….! Na…! Na…! Na….”
Lalu berlima, teriak dengan kata-kata berbeda. Hasilnya, echo pun jadi kacau. Dan, kalau ada anak di seberang bukit juga sedang bermain, biasanya mereka nyaut. Jadinya, sahut menyahut echo. Nah, kalau sudah begitu, kita janjian deh tuh main bersama di bawah. Ngobrolnya lewah echo. Seru deh, Ting. Kamu beneran harus menemukan spot buat dapetin echo di bukit.
Ranting, yang semenjak tadi mendengarkan Dongeng Sebelum Tidur, matanya melotot dan senyum-senyum saat saya menirukan suara echo.
“Nah, begitu Ting, dongeng soal kupa. Besok, kita dongeng lagi ya. Sekarang, waktunya bobo…”
Selamat bobo nyenyak…!
Cat.: Mau tahu seperti apa penampakan BUAH KUPA kaya apa? Bisa kalian cek di bawah ini.










“sonofmountmalang”