
Sebelum menjadi danau atau situ, Cileunca merupakan hutan belantara. Kemudian orang Belanda datang menguasai wilayah Jawa Barat, khususnya daerah Pangalengan di Desa Warnasari. Belanda melihat Pangalengan sebagai wilayah dingin dengan potensi tanah subur untuk ditanami kopi dan teh. Namun di sana tidak ada listrik karena memang masih hutan. Maka di Belanda ini, konon bernama Kuhlan si pemilik wilayah Pangalengan. Sebagi info selentingan mungkin ya, orang Belanda zaman penjajahan jumlahnya tidak sebanyak pribumi sih, makanya 1 orang Belanda bisa memiliki tanah ribuan hektar. Termasuk Depok ‘kan? Dulunya milik pribadi seorang Belanda.
Nah, Si Kuhlan ini memutar otak gimana caranya supaya Pangalengan bisa menikmati hidupnya di Pangalengan dengan berlistrik. Dia pun membabat hutan di kampung Warnasari dan Pulosari, kemudian membendung sungai Cileunca. Proses pembuatan Situ Cileunca membutuhkan sekitar 7 tahun, berkisar antara 1919 – 1926. Menurut mitos yang berkembang secara turun temurun, proses pembangunan Situ Cileunca tidak menggunakan alat berat, ya keles ada alat berat pada zaman itu, tidak juga menggunakan cangkul, namun menggunakan HALU. Halu adalah alat untuk menumbuk padi dan biasanya menggunakan kayu paling keras dan kuat sekali.
Kalau memasuki wilayah mitos, kadang susah diterima akal sehat. Bagaimana bisa Situ Cileunca seluas, ada yang bilang 1.400 hektar dan ada juga sumber bilang, 390 hektar yang dibagi menjadi dua situ. Situ Cileunca 1 seluas 210 hektar dan Situ Cileunca 2 seluas 180 hektar. Nah tuh, mana yang bener yak. Mungkin 1.400 hektar itu mencakup tanah di sekitarnya yang dimiliki oleh Indonesia Power, sementara luas total tanah yang diisi air 390 hektar. Mungkin kan? Soalnya sewaktu saya ke Situ Cileunca tidak sempat mengukur luasnya.




Kembali ke mitos dibangunnya Situ Cileunca yang tidak masuk diakal. Percaya tidak percaya sih. Membangun seluas ratusan hektar selama 7 tahun dengan hanya menggunakan halu itu adalah mitos penuh halusinasi. Kalau ditilik logikanya, Si Kuhlan ini pasti menggunakan metode kerja rodi penduduk pribumi dengan cara membangun bendungan aliran sungai di bawah dan air secara otomatis akan menggenangi wilayah sekitarnya. Ini sih logika sederhana ya. Coba saja kalian bendung selokan kecil dan tanah sekitarnya akan secara otomatis akan terendam. Begitu juga konsep sederhana membendung sungai Cileunca. Menurut saya lhoooo. Kalau kalian percaya mitos tanpa adanya bukti otentik, bukti tertulis, foto atau pun artefak, ya terserah kalian. Namanya juga ngarang cerita.
Sama ngarangnya dengan mitos soal cerita horor, hantu dan penampakan di Situ Cileunca. Sudah menjadi hal lumrah sebuah tempat memiliki cerita mitos sendiri. Termasuk mitos soal Situ Cileunca, yang konon kabarnya ada tiga cerita mitos. Hantu lokal Sunda, yaitu Lulun Samak, Siluman Dongkol dan Siluman Wayang.

Lulun Samak merupakan mitos hantu yang hampir ada di semua Tanah Sunda. Jenisnya hantu ini, konon, munculnya selalu siang hari dan sudah dipastikan SOP hantu ini harus berada di dekat air, khususnya situ, danau, curug dan sungai. Karena setelah orang terpancing oleh hantu ini, dan tinggal digulung, lalu dibawa ke dasar air yang dalam, kemudian METONG tenggelam. Konsep hantu ini sederhana, yaitu membuka SAMAK alias TIKAR di sisi sungai, curug, danau atau situ, lalu orang iseng duduk di atas tikar dan tikarnya menggulung orang yang duduk atau rebahan, dan BYURRR! Mangsanya dibawa nyebur. Mitos itu pernah saya dengar ketika di kaki Gunung Malang setiap kali kami, anak-anak, sudah kelewatan sering berenang di sungai dan curug hingga lupa daratan. Sampai suatu waktu ada anak mati tenggelam di curug dan kemudian disambungkan mitos bahwa sang anak dibawa hantu Lulun Samak. Sejak itu, kalau melihat samak di pinggir sungai, kita tidak berani berenang lagi. Padahal sih itu samak sengaja ditaroh buat nakut-nakutin kita. Samaknya juga bukan samak sembarangan, biasanya, samaknya itu samak yang bisa dipakai untuk menggulung mayat orang yang akan dikuburkan. Nahhhh! Gimana nggak takut coba kita mau berenang dan kemudian melihat samak itu. Hahahah! Kesel kan, ditakut-takutin berenang di curug dengan hantu Lulun Samak kemudian sengaja dikasih gimmick samak di sisi sungai sama orang tua.
Intinya sih, kalau mau main air, harus bisa berenang. Supaya tidak tenggelam karena disambungkan mitos setempat.
Eh, tapi di Situ Cileunca, pagi-pagi, ketika bangun sendirian, saya melihat penampakan lho. Oopss! Kaya apa penampakannya?


Selain hantu Lulun Samak, di Situ Cileunca juga ada mitos Siluman Dongkol. Siluman Dongkol ini wujudnya kepala munding alias kepala kerbau. Jika dia muncul, siap-siap saja ada korban mati tenggelam di situ atau pun sungai. Mitos terakhir di Situ Cileunca adalah pagelaran wayang di dasar situ. Konon, entah kapan, rombongan wayang sedang nyeberang naik perahu, perahu terbalik dan semuanya meninggal tenggelam. Sejak saat itu, jika malam sudah tiba, tiba-tiba saja sering terdengar suara pagelaran wayang di dasar situ. Keren juga ya, pagelaran wayang di dasar situ. Bisa dijadikan objek wisata menarik turis lokal dan mancanegara untuk mengembangkan wisata di Pangalengan. Ahey!
Sebetulnya, ketiga mitos ini mungkin tidak benar soal hantu. Malah bisa jadi memiliki pesan moral. Lulun Samak misalnya, mungkin pesannya untuk tidak berenang sembarangan, apalagi tidak bisa berenang dan janganlah buang sampah bentuk samak, apalagi kasur, ranjang dan sampah-sampah lainnya. Dan Siluman Dongkol kini sudah tidak pernah muncul lagi, karena mereka semua sudah mati dibunuh limbah dan sampah. Begitu juga di Situ Cileunca, Munding Dongkol sudah tidak pernah kelihatan, mungkin situnya sudah ramai dan Mundingnya males kena selfie pengunjung. Kalau pagelaran wayang di dasar situ tidak pernah terdengar lagi, sudah kalah sama dangdut koplo di speaker-speaker hiburan sisi situ. Hahahhah! Goyaaang maaangg!
Daripada berpanjang lebar, kita lihat saja penampakan subuh-subuh di Situ Cileunca.yuk!





Sebenarnya, ada penampakan malam hari, yang tak kasat mata dan hanya bisa ditangkap kamera dan kebetulan saya tidak sempat memotret karena malas bangun jam tengah malam. Jadi saya pinjem foto Nano Suparno, yang kebetulan berhasil menangkap penampakan di tengah Situ Cileunca.











Ini penampakannya di langit Situ Cileunca! Hiiiiiii! Merinding ‘kan?

Semoga Situ Cileunca tetap asri, alami dan tidak berdiri rombong-rombong warung yang akan membuatnya kumuh. Semoga Wisata Pangalengan berkembang baik dengan mengusung kearifan lokal dan tidak membabat hutan di sekitarnya sehingga bisa memengaruhi debit air serta sosial budayanya tetap terjaga sebagaimana mestinya. Amin! Sok bijik banget yak sayah.
Habis ini, posting kopi heitzz di Pangalengan yaaaa. Gleks!
“sonofmountmalang”