IMG_8618
Proses penjemuran kopi di Malabar Mountain Coffee.

Di bebarapa lokasi di Jawa Barat cukup kental dengan istilah “pertanian kopi” yang sudah sejak zaman VOC sudah digalakkan penanamannya. Selain KOPI GARUT yang terkenal, kemudian KOPI CIWIDEY dengan Arumanisnya dan satu lagi yang sedang melesat naik daun di kancah perkopian dunia, yaitu KOPI MALABAR atau dikenal juga dengan MALABAR HONEY.

Sebelum membahas kedai kopi di Malabar, sedikit saya injek kenapa ada kopi di Tanah Parahyangan? Konon, kopi pertama yang berhasil di tanam dan tumbuh dengan baik itu adalah di Batavia, daerah Pondok Kopi. Namanya sampai sekarang masih Pondok Kopi. Mungkin itu kali ya, kenapa ada nama daerah Pondok Kopi. Setelah puas dengan menanam kopi di Batavia, VOC melebarkan sayapnya menanam kopi di wilayah Parahyangan, tempat di mana dewa-dewa di Sunda Kuno bersemayam. Parahyangan ini termasuk Ciwidey, Malabar dan bebukitan-bebukitan yang berada di ketinggian lainnya di Jawa Barat. Termasuk Garut, mungkin, di dalamnya.

Setelah berhasil menanam kopi di Jawa Barat, yang dingin dan subur. Pada tahun 1711, ekspor pertama kopi dari Tanah Sunda pun dilakukan VOC ke negeri Eropa. Konon, responnya super amazing. Kopi dari Tanah Sunda memiliki cita rasa mewah, unik dan sangat beda dari kopi-kopi lainnya di dunia. Maka, permintaan semakin banyak dan akhirnya, seperti kebiasaan VOC, langsung mengerahkan pribumi-pribumi bekerja paksa, menanam paksa kopi sebanyak mungkin. Setelah berhasil di Jawa Barat, perkebunan kopi selanjutnya meluas ke Sumatera, Bali, Sulawesi dan Kepulauan Timor.

Masa keemasan kopi di Jawa Barat setelah berlangsung lama akhirnya tumbang juga. Kalau dihitung dari ekspor pertama, yaitu 1711 dan masa ketumbangan kopi itu 1878, maka masa kejayaan kopi Tanah Sunda itu selama 167 tahun. Kebayang ‘kan, selama 167 tahun! Mereka menguras hasil kopi untuk diekspor. Saya jamin, warga Tanah Sunda sendiri belum pernah menikmati kopi dengan kualitet ekspor. Hiks! Kasihan ya, leluhur KOPI SUNDA yang mengurus kopi sampai mati-matian dipecut VOC.

Setelah 167 tahun, tepatnya 1878, dunia perkopian Indonesia diserang jamur Hemileia Vastatrix. Hama jamur ini paling parah menyerang perkebunan kopi di Jawa Barat. Semakin lama kopi pun semakin habis dan VOC membanting setir, menggantikan perkebunan kopi menjadi perkebunan teh. Perlahan, tren teh pun menaik dan mengalahan kopi. Perlahan namun pasti, kopi Jawa Barat pun mulai menghilang di dunia Eropa sana dan digantikan dengan teh. Karena kopi Jawa Barat sudah mulai turun secara jumlah, juga mungkin kualitasnya, maka keterpercayaan masyarakat Eropa terhadap kopi Jawa Barat pun menurun. Imbasnya, ya pada petani kopi yang sepi orderan. Akhirnya, petani pun tidak lagi berminat mengurus perkebunan kopinya.

Dengan kata lain, KOPI PARAHYANGAN bubar jalan, hilang dari peredaran kopi dunia.

Setelah lama hilang dari peredaran kopi dunia, Jawa Barat kembali insaf, dengan memulai menanam kopi pada tahun 2011. Konon, ada 11 gunung yang ditanami kopi arabika. Perlahan namun pasti, kebencian petani terhadap kopi di masa lalu pun kini berubah menjadi cinta. Cintalah mungkin yang menjadikan kualitas kopi Jawa Barat kembali dikenal di pasar kopi dunia. Kini, setelah ratusan tahun tenggelam, kopi Jawa Barat pun mulai melesat di pencinta kopi dunia, di antaranya Maroko, Belgia, Korea, Inggris, Hongkong, China, Jerman dan negara-negara lainnya di dunia.

Dari kegigihan pecinta kopi, petani kopi dan segenap instansi terkait di Jawa Barat, lahirlah enam jenis kopi yang kini sudah terkenal di peta perkopian dunia. Dia adalah KOPI GUNUNG PUNTANG, KOPI MEKAR WANGI, KOPI MALABAR, KOPI JAVA CIBEBER, KOPI WEST JAVA PASUNDAN HONEY dan KOPI ANDUNGSARI.

20180401_084245
Dibikin nyasar sama google maps ke tengah kebun teh malabar.
20180401_083701
Melewati jalan pas-pasan dan perkampungan di tengah kebun teh.

Khusus kali ini, saya bertemu dengan KOPI MALABAR atau lebih dikenal dengan MALABAR HONEY. Seperti nama kopi pada umumnya di Indonesia, atau pun di dunia, namanya diambil dari nama wilayah kopi tersebut ditanam. Entah desa atau pun gunung. Nah, nama Malabar Honey pun didapat dari lokasi penanamannya yang memang di Gunung Malabar – Pangalengan, di atas perkebunan Teh Malabar. Ditanam di ketinggian 1.400 meter DPL, luas 70 hektar dengan total sekitar 230.000 pohon kopi dan dikelola oleh Malabar Mountain Coffee. Malabar Mountain Coffee ini lah salah satu dari kedai kopi di Malabar yang saya datangi. Selain ngobrol seru tentang kopi di Malabar dengan Kang Asep, juga sambil menikmati kopi handalan Malabar Mountain Coffee.

Saking serunya ngopi hasil racikan Kang Asep, saya sampai lupa memotret hasil seduhan tangannya. Kalau di Jakarta, banyak coffee shop yang menyajikan manual brew dengan rasa kopi cemplang, maka kalau Malabar Mountain Coffee, buah karya manual brew-nya Kang Asep, dengan V60-nya, itu menghasilkan rasa yang bikin jatuh cinta sama Malabar. Terlebih lagi, ngobrol sama Kang Asep soal Malabar Mountain Coffee memang bikin betah berlama-lama di coffee shop-nya.

Lalu, bisa apaan saja sih kalau kita ke Malabar Mountain Coffee? Tentunya, selain bisa menikmati kopi Malabar yang diseduh secara manual, juga bisa ngobrol secara detail tentang Malabar Mountain Coffee, yang sudah terkenal di kancah dunia.

Ketika saya tanya, kopinya dari petani atau bukan? Kang Asep kemudian bertutur tentang kopi Malabar Mountain Coffee khusus dihasilkan dari perkebunan sendiri. Karena kebun sendiri bisa dikontrol secara kualitas pohon, juga kualitas saat panen. Itulah sebabnya, Malabar Mountain Coffee menyebut dirinya sebagai Specialty Coffee. Disebut Specialty Coffee, karena di Malabar Mountain Coffee hanya menyajikan kopi berkualitas sesuai dengan standar dan ketentuan Specialty Coffee. Hanya kopi merah, sudah matang yang dipanen. Setelah dipanen pun melewati Uji Cita Rasa dengan Laboratoriom Penguji (Laboratory For Testing) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Indonesian Coffee and Cacoa Research Institute). Dengan hasil Excellent, dengan ciri khas memiliki rasa yang manis (sweet) dengan tingkat asem segar yang ringan (sweet bright acidity).

IMG_8632
Akhirnya sampai juga di Malabar Mountain Coffee.
IMG_8625
Sang Barista dari Tanah Sunda sedang meracik kopi Malabar Honey.
20180401_090620
Ini Kang Asep yang super ramah dan baik hati udah ngasih kopi gratis. Ooopss! Terima kasih ya.
IMG_8622
Barista cilik saya, Virgillyan Ranting Areythuza.
IMG_8638
Saya dan My Virgill!
IMG_8631
Tuh kan, nggak sempet moto. Tahu-tahu sudah habis ajah!

Sementara, katanya, kalau hanya mengandalkan petani di luar binaannya, alias menjadi pengepul seolah-olahnya, kadang mereka, si petani itu, tidak memiliki pemahaman yang sama soal kualitas. Tidak hanya ceri kopi yang sudah merah yang dipanen, tetapi yang kuning, bahkan yang hijau pun ikut dipanen. Itulah yang dihindari Malabar Mountain Coffee. Sebab, kopi yang masih kuning atau hijau tidak termasuk kategori Specialty Coffee. Cocoknya ke kopi-kopi massal, yang biasa dijual kiloan bubuk di pasar, pusat oleh-oleh, bahkan mungkin dijadikan bahan untuk kopi sachetan. Lebih baik menanam kopi sendiri dengan hasil panen berkualitas, terstandarisasi plus kuota panen tetap terjaga untuk memenuhi kebutuhan pasar di luar Pangalengan atau pun untuk diekspor.

Selain hanya bisa menikmati kopi, di Malabar Mountain Coffee, kalian bisa belajar tentang kopi. Tepatnya agrowisata – edukasi kopi. Mulai pembibitan, penanaman, pemotongan batang, panen, menjemur dan sampai ke cupping. Memang ada program untuk itu, kata Kang Asep. Namun untuk peserta minimal 20 orang, dan kalian bisa menginap di tenda dekat danau kecil. Biasanya untuk 3 hari dua malam. Menarik ‘kaannnnnn?!!!

IMG_8620
Bukti sebagai Specialty Coffee. Hanya ceri merah kan.
IMG_8619
Ini baru dijemur banget dari panenan.
IMG_8621
Bangunan di ujung sana, itu tempat penggilingan, untuk melepaskan kulit kopi.
IMG_8617
Harus ini ada keterangannya sesuai prosesnya.
IMG_8616
Ada beberapa jenis proses di sini dan sudah dikasih tabel nama. Saya lupa tidak foto close up jenis prosesnya. Ada NATURAL PROCESS dan WASHED PROCESS.
IMG_8627
Ini proses penggilingan untuk mendapatkan green bean.
20180401_090417
Setelah digiling, dipilih, mana kualitas nomor 1 dan mana kualitas selanjutnya dan mana yang sama sekali tidak bisa manfaatkan.
20180401_090422
Hasil penggilangan yang masih harus dipilah-pilih. Tidak gampang kan, untuk menghasilkan 12 gram kopi berkualitas. Jadi, kalau ada yang suka protes kopi kualitas terbaik itu mahal, ya wajar yah. Weeee!

Sayang, saya hanya bertiga, itu pun satu barista cilik. Sementara mungkin akan balik lagi setelah lebaran, karena kata Kang Asep, minggu itu adalah di mana panen raya kopi Malabar bisa dilakukan. Bisa ikutan panen ‘kan? Kang Asep, dengan ramah dan baik hati bilang, “Bisa bangettt!” Wokesip.

Cuma ada satu masalah, kalau ke Malabar Mountain Coffee, yaitu tidak adanya plang. Jadi, cukup mengandalkan WAZE atau Google Maps, yang bisa-bisa menyasarkan kalian ke perkebunan teh dengan jalanan pas-pasan. Saran saya, patokannya adalah plang KEDAI MALABAR (ini akan saya bahas juga), nah belok kiri, masuk jalan kecil, lalu ikutin jalan terus sampai ketemu plang Kedai Malabar. Kalau Kedai Malabar belok kiri, sementara Malabar Mountain Coffee tinggal lurus sekitar 100 meteran. Posisi ada di sebelah kiri.

Screen Shot 2018-04-10 at 3.07.37 PM
Jalan menuju Malabar Mountain Coffee dari Jalan Raya Pangalengan.

Kalau kalian tidak sempat ke Malabar, Pangalengan, Kang Asep dan tim sudah membuka Malabar Mountain Café di Bogor. Tepatnya di Kompleks Ruko Braka Mustika – Jalan Dr Semeru. Buka setiap hari dari jam 09.00 – 24.00 dan hanya menyajikan KOPI MALABAR. Jadi jangan nanya ada kopi Aceh atau Sulawesi ya. Hehehehe!

Setelah puas ngopi dan kurang puas ngobrol, karena bos kecil saya sudah bosan katanya, akhirnya saya harus mengakhiri nongkrong di Malabar Mountain Coffee. Tidak lupa membayar dan membeli bean untuk dijadikan oleh-oleh anak kantor. Yuk! Pulang! Eh, habis ini, masih ada satu postingan kedai kopi di Malabar lho. Ooppss!

Sebagai info tambahan, tanaman kopi Malabar sendiri sebenarnya berasal beberapa varietas. Salah satunya Sigalar Hutang dan Timtim. Sigarar atau Sigalar Hutang atau Sigarar Utang sendiri merupakan kopi bertipe pendek dan merupakan kopi unggulan Sumatera Utara  yang telah ditetapkan oleh Surat Keputusan Menteri Pertanian. Nah, nampaknya, saya harus ke Sumut untuk menggali KOPI SIGARAR UTANG ini. Hayuuklah!

Kalau kopi TIMTIM sih sering dapet pasokan dari salah satu Pastur Timtim, yang kebetulan serig datang ke Jakarta. Kebetulan juga, baru seminggu lalu dikunjungi Pastur dari Timtim dan kebetulan juga dia membawakan oleh-oleh biji kopi dari Timtim. Coba nanti saya buka ya.

Sementara itu.

Selamat ngopi Malabar dulu semuanya!

“Maafken ya kalau info tulisan tentang KOPI MALABAR kurang lengkap”

 

“sonofmountmalang”

 

 

 


komen sebagian dari blogging!:))

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: