
Duh! Bosen nggak sih nulis kopi melulu. Ya abis gimana donk ya. Jalan-jalan kempingnya belum kesampaian juga. Jalan-jalan ke Dieng juga masih wacana. Kemping di Islandia apalagi jauh dari kenyataan. Semampunya sekarang ya nulis materi yang ada di dekat mata saja dulu. Apalagi kalau bukan si HITAM PAHIT yang sedang ngetop di dunia keukopian, idola coffee shop, seller kopi, pengusaha roaster kopi, coffee shop artisan dan para pengopi di berbagai belahan dunia. Dialah KOPI MALABAR yang sudah masuk TOP TEN kopi terbaik Indonesia. Tidak akan dibahas kenapa tetibanya masuk list terbaik. Sudah banyak tulisan soal itu. Pernah saya ulas juga. Spesial kali ini adalah membandingkan tiga metode manual brew Kopi Malabar menggunakan:
Syphon! Aeropress! Moka Brikka
Mana di antara ketiga ini yang lebih enak? Dengan gramasi yang sama dan mililiter air yang sama juga. Sebelum tahu bagaimana hasilnya, sedikit akan saya ulas soal biji kopi Malabar. Khususnya kopi Malabar hasil roasting dari Malabar Mountain Coffee, yang saya beli ketika berkunjung ke coffee shop-nya di Kampung Cigendel, Desa Margamulya – Pangalengan.
Pertama, roasting-nya light. Sesuai dengan rekomendasi Kang Asep, yang ternyata nama aslinya T. Syam Arif, bagian keuangan dan pemasaran Malabar Mountain Coffee. Meskipun Kang Asep bilang kopi yang saya beli, yaitu Kopi Malabar – Dry Process, sangat cocok untuk manual brew V-60, saya tetap penasaran menggunakan metode Aeropress, Syphon dan Moka Brikka. Soalnya, metode V-60 sudah biasa lah yah. Metode paling gampang juga dan rasanya sudah bisa ditebak ‘kan. Rasanya pasti tidak akan terlalu jauh dengan yang Kang Asep brew. Mungkin dengan tiga metode lainnya ini bisa menghasilkan rasa lebih kaya. Bisa jadi kaaaann!






Tanpa berpanjang lebar, marilah kita BREW! Syphon! Aeropress! Moka Brikka!
Gimana? Sudah terbayang segarnya manual brew Kopi Malabar? Kalau belum terbayang, akan saya sediki deskripsikan.
Syphon!
Ternyata, mengejutkan hasilnya. Hasil brew menggunakan Syphon menghasilkan kopi lebih gelap, lebih strong dan aroma masih komplit. Wanginya masih kuat, fruity-nya masih terasa, pedas-pedas kesetnya pun masih ada. Rasa secara keseluruhan tidak kalah dengan V-60. Kalau dibandingkan, saya lebih memilih Syphon ketimbang V-60. Kenapa? Itu tadi, lebih strong dan dalam rasanya. Kaya…., perasaan saya sama kamu. Haiishhhh! Prettt!





Aeropress!
Metode kedua, Aeropress, juga tidak kalah sama Syphon. Warna lebih terang gelapnya. Rasanya masih sama. Selain warna yang beda, juga level pahitnya. Aeropress ini lebih light pahitnya dibandingkan Syphon, namun citarasa aslinya Kopi Malabar masih menempel di metode ini. Dengan gramasi sama, air sama, hasilnya tetap enak!



Moka Brikka!
Metode ketiga, manual brew menggunakan mokapot brikka, yang ternyata secara warna lebih terang lagi dan sekali lagi juga, rasanya tidak berubah dari kedua metode sebelumnya. Di Moka Brikka, pahitnya lebih light lagi dibandingan dua metode sebelumnya. Meski light, karakter asli Kopi Malabar masih tetap bertahan. Di metode ini sedikit banyak semua karakter kopinya berkurang sekitar satu point dari dua metode sebelumnya. Less pahit, less asam dan aroma tetap strong.


Oh ya, satu hal yang sudah bisa dipastikan kenapa di Moka Brikka ternyata lebih light. Bukan karena metodenya, tetapi lebih dikarenakan gilingannya. Karena memang ketiga metode ini secara takaran air dan gramasi serta ukuran gilingan disamakan. Supaya adil jika ingin dibanding-bandingkan. Mungkin jika menggunakan gilingan 3 point lebih halus yang sekarang, hasil Moka Brikka sudah bisa dipastikan akan lebih pekat, lebih pahit dan lebih strong. Nah, gimana kalau next-nya saya bikin 3 jenis gilingan untuk Moka Brikka dengan kopi yang sama, yaitu Kopi Malabar. Gilingan mana yang paling enak untuk bisa menikmati Kopi Malabar dengan Moka Brikka. Supaya tidak terlalu strong atau pun light. Akan saya coba yah.





Sementara, itu dulu. Sekarang saya ada PR, yaitu menghabiskan semua KOPIIIIIII! Semangaattttt!
“sonofmountmalang”