Dulu.
Waktu aku masih kecil.
Di kaki Gunung Malang.
Selalu ada cerita hantu, dongeng pengiring tidur menakutkan. Dongeng kali ini akan bertutur tentang Dangiang.

Dulu, di kaki Gunung Malang, belum ada listrik. Karena belum ada listrik, jadi kalau malam selalu gelap gulita. Terlebih kalau sudah larut malam, kemudian gemericik hujan terdengar di luar rumah, lalu angin dingin malam masuk melalui celah-celah bilik, lubang pintu dan dari lantai papan. Ketika hujan gemericik sudah turun sejak jam enam sore, dan terus berlanjut hingga larut malam, biasanya ada suara-suara aneh terdengar di kejauhan.

Suara apakah itu?

Penduduk di kaki Gunung Malang menyebutnya Dangiang, roh halus yang meminta bantuan karena sesuatu hal. Suaranya, kalau yang pernah mendengarnya, berupa tangisan pilu pelan, sayup-sayup terbawa angin bercampur gemiricik hujan. Biasanya suara tangisan pilu berasal dari bawah pohon nangka. Sudah bisa dipastikan, selalu dari pohon nangka. Kenapa? Karena konon pohon nangka merupakan tempat yang ideal untuk berteduh. Ya, memang sih, bagi mahluk hidup seperti aku saat itu, jika hujan di tengah perjalanan dan tidak menemukan tempat berteduh, pohon nangka atau beringin merupakan tempat ideal untuk berteduh. Kebetulan di kaki Gunung Malang lebih banyak pohon nangka, maka Dangiang pun lebih sering terdengar menangis pilu di bawah pohon nangka.

Namun anehnya, suara tangisan Dangiang ini tidak bisa didengar oleh seluruh penduduk kampung. Kadang hanya sebagian orang. Sebagian orang yang dituju oleh Si Dangiang ini. Bahkan jika kita sedang berkumpul ngeteh atau ngopi di ruang tamu pada malam hari, kebetulan sedang hujan pelan dan kadang yang mendengar suara tangisan pilu itu hanya satu orang atau dua orang. Sisanya tidak mendengar apa-apa. Memang agak horor sih jika saat kumpul hanya nenek aku yang mendengar, atau kakek aku dan aku mencoba mendengarkan dengan seksama, tidak terdengar apa-apa.

Kalau sudah begitu, biasanya aku tidak berani keluar. Kalau kencing pun minta ditemenin atau ditahan saja. Jangankan kencing, ke dapur saja jadi tidak berani. Yang ada malah langsung mepet kakek atau nenek.

Lalu, apa tujuan roh halus yang disebut Dangiang ini menangis pada malam hari? Kalau kata nenek, dia mungkin ingin memberi tahu kita untuk mendoakannya atau menengok kuburan. Nenek besoknya pasti akan pergi ke kuburan, membawa sebotol air, bunga mawar dan telur. Kemudian kadang nenek menemukan kuburan ibunya atau anaknya yang meninggal saat masih gadis itu nampak retak bagian tengahnya. Oh, kata nenek, air hujan masuk ke dalam kuburan dan roh di dalamnya terkena hujan, lalu kedinginan. Bisa aja nek!

Begitulah, dongeng tentang Dangiang, mahluk halus atau roh halus yang memberi tanda kepada si pendengarnya untuk memerhatikan makam atau orang terdekatnya yang sudah meninggal. Suara Dangiang akan selalu muncul di saat hujan gemericik pada malam hari, terdengar sayup-sayup pilu dan jika kalian mendengarkannya, antara merinding dan kasihan. Pilih mana? Kalau saya, waktu kecil di kaki Gunung Malang lebih memilih merinding dan bersembunyi di balik selimut kakek atau nenek.

 

“sonofmountmalang”

 

 

 

 


4 responses to “Dongeng (45); Dangiang, Roh Halus yang Menangis di Hujan Malam Hari”

  1. Winny Marlina Avatar

    aku baru dengar tentang dangiang

    1. sonofmountmalang Avatar

      Namanya juga mitos lokal. Coba saja ke tanah batak, tanah toraja atau tanah bali, pasti juga banyak mitos tentang roh halus. Hiiiiihihihihihihi:p

      1. Winny Marlina Avatar

        hahah tanah Batak mah kampung aku kak 🙂

komen sebagian dari blogging!:))

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: