Pine Forest Camping Ground14
Camping Pod Pine Forest Camp 1 juta/malam. Matari siang sampai sore nyentrong banget nih tanpa ada halangan.

Jadi ya, waktu saya bermain di sumber air hangat Maribaya, saya bertemu seorang kakek tua. Dia menyebut dirinya Eyang Raksa Dinata. Dia bercerita, dulunya dia seorang petani miskin, memiliki seorang anak gadis cantik jelita, namanya Maribaya.

Ketika si kakek tua cerita punya anak cantik jelita, pikiran saya langsung terbayang wajah Mojang Sunda macam Nyi Iteung, berkebaya, berlilitkan kain batik, lenggak-lenggok di sawah bawa boboko dan teko isi teh, atau asik-asik cantik menggilas cucian di pinggir sungai, di balik batu. Mikir jorok kaaannnn pasti. Hahah! Si kakek bisa aja ya nih, pikir saya.

Si kakek tua bilang, saking cantiknya Neng Maribaya, sampai-sampai dia khawatir anaknya jadi rebutan jutaan pemuda dari berbagai pelosok desa. Takut kalau-kalau ada perang pemuda di desanya. Sang kakek pun pergi mencari wangsit ke Tangkuban Perahu. Ia bertapa di sana. Saat bertapa itulah ia didatangi kakek tua membawa dua bokor berisi air. Sarannya, satu bokor harus dibawa ke arah barat, satu lagi harus dibawa ke timur. Sang kakek pun bertemu kembali dengan Maribaya. Ia memberikan satu bokor ke Maribaya, lalu meminta Maribaya menumpahkannya ke arah timur, sementara dia sendiri menumpahkannya ke arab barat. Bokor yang ditumpahkan ke arah barat pun berubah menjadi Situ Lembang. Maribaya menumpahkan bokornya tidak jauh dari rumahnya. Beberapa hari setelah ditumpahkan, muncullah mata air panas yang mengandung belerang. Mata air panas itu dipercaya bisa mengobati berbagai macam penyakit. Termasuk penyakit miskin. Berita soal mata air panas pun menyebar dari mulut ke mulut. Jutaan warga berbondong-bondong datang untuk mengobati berbagai penyakit.

Karena saking banyaknya pengunjung, maka perekonomian Eyang Raksa Dinata pun berubah. Awalnya miskin, kini perlahan menjadi sukses karena penghasilan dari mata air panas. Ia pun mengubah mata air panas itu menjadi objek wisata. Setelah kaya raya, ia mewariskan mata air panas itu ke anaknya, Maribaya. Semenjak itulah objek wisata mata air panas diberi nama Maribaya. Artinya, Mojang Cantik dari Tanah Sunda yang SUPER HOT!

Ceritanya berhenti sampai di situ. Sang kakek menghilang di balik hutan. Ia tidak menceritakan lebih detail, kenapa takut kalau anaknya cantik dan jadi rebutan pemuda desa. Lalu dengan siapa akhirnya Maribaya kawin dan siapa emaknya Maribaya. Itu menjadi rahasia sang kakek nampaknya.

Okelah! Lupakan obrolan saya dengan sang kakek misterius. Saya kembalikan ke dunia perkempingan.

Selain objek wisata mata air panas, Maribaya dan sekitarnya juga mulai menjadi objek usaha camping ground. Kali ini saya membahasnya khusus SEMI GLAMPING di Bandung dan sekitarnya. Namun bagi penggemar camping ground ala-ala kaya saya, harus lebih memahami konsep semi glamping komplit beserta harga serta fasilitas yang ditawarkan. Supaya tidak salah memilih.

Pine Forest Camping Ground12
Nyempil mencoba ngadem di bawah pohon pinus kecil, ditutup tikar untuk mengurangi efek panas dan nggak berhasil.

Di Bandung dan sekitarnya, ada beberapa konsep semi glamping. Ini 10 list versi saya.

  1. The Lodge Maribaya
  2. Mulberyy Hill by The Lodge
  3. Dusun Bambu Camping Ground
  4. Terminal Wisata Grafika Cikole
  5. Ciwidey Valley
  6. Cileunca Lake Side
  7. Citere Camping Ground Cileunca
  8. Ciwangun Indah Camping Ground
  9. Cantigi Camp
  10. Pine Forest Camping Ground

Nah, itu 10 Semi Glamping versi saya. Meskipun di tengah kategori Semi Glamping itu ada terselip istilah yang bukan Glamping dan bukan juga Semi Glamping, mereka menyebut dirinya exclusive camping ground, tapi bagi saya tetap saya masukan ke dalam kategori semi glamping. Kenapa begitu? Supaya lebih jelas saja untuk menentukan patokan harga dan kenyamanan lokasi. Jadi, istilah exclusive camping tidak perlu dibahas ya. Semua akan saya simpan di kategori semi glamping.

Apa itu semi glamping menurut saya?

  1. Secara kepemilikan biasa dikelola oleh swasta atau per orangan dan bukan oleh pemerintah daerah atau instansi pemda terkait. Mungkin lokasi punya pemerintah, namun kalau dikelola oleh swasta akan lain cerita.
  2. Biasanya mendapatkan sarapan pagi walau tidak semewah sarapan di glamping.
  3. Mendapatkan pasokan listrik disesuaikan kebutuhan.
  4. Banyak item tambahan yang akan dikenakan charge, misalnya menambah kayu bakar, menambah penerangan, dan perintilan lainnya, kaya cemilan goreng-gorengan atau bakar-bakaran.
  5. Toilet dan kamar mandi umum bukan private toilet walau tidak seumum toilet dan kamar mandi di camping ground massal.
  6. Tidak ada sambungan telepon di dalam tenda dan biasanya keadaan tendanya minimalis.
  7. Tersedia sleeping bag, matras dan bantal. Kalau di glamping biasa tempat tidur selevel hotel.
  8. Kamar mandi umumnya hanya tersedia air dingin walau di beberapa semi glamping sudah disediakan air hangat.
  9. Aturan lebih felksibel, misalnya boleh membawa perlengkapan masak sendiri dan boleh memasak, boleh juga pesan makanan atau cemilan.
  10. Biasanya lebih banyak self service walau di beberapa tempat banyak juga disediakan petugas untuk membantu.
  11. Harga bergerak di 600.000 – 1.000.000 per malam (per orangnya berbeda-beda, tergantung kebijakan pengelola)

Buat yang pernah menikmati Glamping, Semi Glamping, Kemping Ala-Ala dan Kemping Kere, pasti sudah bisa membedakannya hanya dengan melihat harga saja. Nah, dari sinilah saya akan membahas salah satu Semi Glamping di Maribaya yang kebetulan saya kempingi beberapa waktu lalu. Namanya Pine Forest Camping Ground.

Sebelum membahas Pine Forest Camping Ground, ada dua pertimbangan kapan harus memilih glamping dan kapan harus memilih semi glamping. Biasanya, kalau mengajak opa oma pergi kemping, maka pilihannya glamping. Kalau hanya bertiga keluarga kecil, baru semi glamping atau kemping ala-ala. Namun semi glamping pun bisa dilakukan dengan catatan setelah survey di google dan website-nya secara kenyamanan dan kemendukungan suasana serta lokasi.

Sebenarnya, ada tiga pilihan sebelum akhirnya memutuskan kemping di Pine Forest Camping Ground. Pilihan jatuh ke Terminal Wisata Grafika Cikole, The Lodge Maribaya dan Maribaya Resost. Namun ketiganya sudah full booked di long weekend. Pilihan pun jatuh ke Pine Forest Camping Ground. Dengan catatan, kesalahan saya sendiri memilih lokasi tersebut ketika browsing di google dan website-nya. Saya tidak detail membaca dan mencerna dengan jelas, bahwa lokasi Pine Forest Camping Ground yang dulunya di tengah hutan pinus, ternyata sudah berpindah ke lain tempat alias lokasi baru yang pinusnya baru dua meteran tingginya.

Kenapa bisa pindah lokasi? Cerita punya cerita. Hutan pinus yang mulai heits semenjak dipakai kawinan Andien pun akhirnya dilirik sang pemilik, sementara pengelola hanya semacam sewa lokasi. Jadilah hutan pinus diambil alih pemiliknya dan pengelola kempingan harus berpindah tempat. Nah, di kepala saya masih terpikir lokasinya di hutan pinus, lalu terbayang-bayang asik juga nih kemping di tengah hutan pinus, wong kan namanya aja Pine Forest Camp. Pede saja saya booked satu camping ground dan satu camping pod. Camping ground bawa tenda sendiri dan camping pod untuk oma opa dan anggota keluarga lainnya. Seperti apa camping pod, gambarnya seperti yang di front page atas.

Jadi, ekspektasi saya bisa kemping di tengah hutan pinus pun seketika punah saat WAZE tidak mengarahkan saya ke Pine Forest yang plangnya sudah berganti menjadi Pine Hill dan khusus diperuntukan untuk acara kawinan saja. Waze mengarahkan saya ke jalanan aspal gerompal, berbatu dan berhenti di Pine Forest Camping Ground yang dikelilingi perkebunan palawija. Kesan pertama, jangan-jangan salah lokasi nih. Tapi plangnya sih nggak salah ya. Lalu saya masuk penuh ragu. Suasana sepi, tidak terlihat ada yang berjaga dan tidak terlihat juga ada yang kemping. Wah! Jangan-jangan salah tempat nih. Saya nelepon CP di mana saya booked, eh ternyata bener. Terpikir mau cancel, tapi sudah DP 50% alias satu juta untuk dua malam. Oh ya, biasa kalau di semi glamping atau pun glamping, memang paling ideal dua malam. Kalau kemping ala-ala, semalam juga cukup.

Setelah bertanya ke anggota keluarga, mereka memutuskan tetap ingin kemping di Pine Forest Camp. Sayang sudah DP juga kan.

Kesan berikutnya, setelah melihat-lihat, ya saya jujur saja ya, memang tampak tidak begitu banyak yang kemping di sini. Atau selama dua tahun pindah, nampaknya tidak begitu mengalami perkembangan yang bagus. Bisa dilihat dari beberapa bangunan sudah berdebu dan rusak.Pohon-pohon belum begitu tinggi. Bahkan untuk exclusive camp, yang bagian bawahnya disemen, itu tidak ada halangan pohon sama sekali. Jadi kebayang kalau siang panasnya kaya apa. Sementara camping pod pun, yang harganya 1 juta semalam untuk 4 orang, tidak dilindungi pohon rindang. Jadi kebayang juga suasana panas di jam 11 siang sampai jam 4 sore. Hal lainnya yang membuat lokasi kempingan panas di siang hari adalah karena posisi kempingan termasuk mati angin, ada di balik bukit. Kalau ke atas bukit sih adem ya dengan hembusan angin khas perbukitan.

Setelah melewati semalam kemping di Pine Forest Camp, esoknya saya memutuskan membongkar tenda.Kalau sudah jam 10 siang, tenda tidak bisa digunakan. Panasnya ngelekep minta ampun. Hahahaha! Itu karena tidak ada lindungan pohon sama sekali. Pinus dua meter tidak begitu membantu.

Bagaimana dengan camping pod, yang terbuat dari bangunan semi permanen dari kayu? Nah, itu pun dari jam 11 pagi sampai jam 4 sore, tidak bisa begitu menikmati. Hawa di dalam jadi panas. Sedikit tersiksa akhirnya harus menikmati kemping dengan udara panas. Sebenarnya sih kalau kemping pod tidak bisa disebut kemping. Bangunannya memang tidak bisa disebut kempingan. Saya sih bilangnya villa kecil saja. Mungkin untuk exclusive camp masih bisa dikategorikan kempingan. Karena bahan untuk menutupinya berupa bahan tenda glamping pada umumnya.

Untuk fasilitas juga tidak terlalu menggiurkan bagi saya yang terbiasa dengan istilah semi glamping. Tapi tak apahlah, namanya juga mencoba berbagai jenis kempingan ya. Oh ya, kelebihannya di sini, ya ada air hangatnya di kamar mandi. Kelebihan lainnya, ya orangnya ramah-ramah dan kelebihan untuk fasilitas lainnya tidak ada. Untuk semi glamping atau exclusive camp, Pine Forest Camp masih terlalu sepi pengunjung di Long Weekend dan kurang terawat. Mungkin mereka harus belajar dari The Lodge Maribaya, atau Cileunca Lake Side Camping Ground atau Batu Tapak Camping Ground. Semoga segera tumbuh pohon pinusnya supaya bisa sedikit teduh ya dan mungkin harus lebih hidup lagi dengan keseruan, misalnya kolam ikan bisa dijadikan tempat mancing dan ikannya dijual untuk dibakar bakar atau karena banyak kolam, maka mungkin dibuatlah wisata air semacam kolam renang dkk atau digalakkan argo wisata kaya Cileunca Lake Side. Kenapa? Karena di sekitar Pine Forest Camping Ground tertanam hektaran sayuran dan buah-buahan. Kan bisa jadi nilai plus ya. Tapi mungkin pemilik tidak berpikir ke sana.

Pine Forest Camping Ground46Pine Forest Camping Ground48Pine Forest Camping Ground30Pine Forest Camping Ground37Pine Forest Camping Ground32Pine Forest Camping Ground20Pine Forest Camping Ground27Pine Forest Camping Ground16Pine Forest Camping Ground19Pine Forest Camping Ground3Pine Forest Camping Ground22Pine Forest Camping Ground45

Pertanyaan selanjutnya, apakah Pine Forest Camping Ground layak saya rekomendasikan? Saya tidak bisa menjawab seperti ketika saya ingin kembali kemping di Tanakita, Cileunca Lake Side, Batutapak atau pun Bravo Camp. Mungkin 10 tahun lagi ketika hutan pinusnya sudah tinggi dan tempatnya sudah dibenahi dengan baik plus jalanannya bagus, saya akan kembali ke sini. Akan tetapi, jika tetap penasaran dengan Pine Forest Camp, saran saya adalah datangnya sekitar jam 4 sore saja saat udara sudah adem dan beberes jam 8 pagi sesaat setelah sarapan dan ngopi. Soalnya sore sudah mulai adem, malam dingin, pagi dingin. Pagi jelang jam 9 sudah mulai panas.

Namun, bagaimana pun, saya tetap berterima kasih kepada pengelola dan petugas Pine Forest Camping Ground. Semoga bisa berbenah lebih baik ya, supaya banyak pengunjung di segmen penggemar URBAN CAMP atau penggemar SEMI GLAMPING.

Semangat kemping semuanya!

Screen Shot 2018-09-10 at 5.58.59 AM

Info kecil saja: 2 Malam di Camping Pod untuk 4 orang plus sewa ground untuk mendirikan tenda dan cemal-cemil beserta kayu bakar, menghabiskan 2,3 juta. 2 Juta pure untuk camping pod, dan 300 ribu untuk sewa ground plus cemil-cemilan, tambahan kayu bakar. Sebab makan siang mencari ke sekitaran maribaya dan makan malam masak sendiri.

“sonofmountmalang”

 

 


komen sebagian dari blogging!:))

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: