Dulu.
Ketika aku masih sangat keciiiillll sekali.
Di kaki Gunung Malang.
Aku sering mengejar pesawat di tengah sawah.
Begitulah awal dongeng pengantar tidurku untuk Ranting.
Jadi, Ting. Dulu, ada satu hal yang selalu aku lakukan dan teman-teman aku lakukan, di mana pun dan kapan pun saatnya tiba.
“Kenapa ngejar pesawat?”
Kata nenek aku, sewaktu dia masih hidup, kalau ada suara pesawat atau kalau ada pesawat lewat di atas langit, kita harus berteriak..
“Berteriak apa?”
“Tunggu dulu donk, kan akum akum aku cerita dulu.”
“Ohhh! Oke.”
Di kaki Gunung Malang, jarang sekali ada pesawat lewat. Karena memang langitnya bukan rute penerbangan. Tetapi sesekali ada pesawat lewat di ketinggian. Terkadang hanya terdengar suaranya saja. Terkadang hanya terlihat asapnya saja. Kalau sedang beruntung sih, bisa mendengar suara pesawat, asap dan pesawatnya. Mengkilat di langit tinggi sekali. Ukurannya sangat kecil sekali. Kalau ada satu orang yang melihat, harus berjuang keras menunjukkan posisi pesawat ke orang lainnya. Saking kecilnya.
Namun, Ting, walau pun kecil, aku dan teman-temanku tetap saja mengejar-ngejar pesawat sampai beneran hilang. Entah sedang main di sawah atau pun di perkebunan teh dan semua tempat bermain, pokoknya kalau ada suara pesawat, harus langsung berhenti main dan fokus memandang langit penuh ketelitian.
Jika sudah terlihat posisi pesawat ada di mana, barulah kita semua berlari, mengejarnya,
“PESAWAAAATTTT BAGI DUIIT DDOOONNKKK! PESAWAAAATTTT BAGI DUIIT DDOOONNKKK! PESAWAAAATTTT BAGI DUIIT DDOOONNKKK!”
“Terus pesawatnya ngasih duit?” tanya Ranting.
Hahahah! Dulu aku sih berharap pesawatnya membuka jendela, terus lempar dua karung uang. Tapi setiap kali aku teriak, ya pesawatnya hilang aja di balik awan-awan. Lagi pula ya Ting, setelah aku pikir-pikir sekarang, kan pesawat itu ada di tempat tinggi sekali, terus kalau kita ada di pesawat juga, pas kita melihat ke bawah, boro-boro bisa melihat orang sedang ngapain, liat rumah aja keciiiiillllll banget.
Aku juga nggak tahu, kenapa nenek bercerita begitu. Oh ya Ting, kalau malam-malam sedang bepergian dan membawa lampu senter, nenek juga melarang aku menyorotkan cahaya senter ke atas langit.
“Kenapa?” Ranting nanya lagi.
“Nah, itu besok aja aku ceritain. Sekarang, kita minta duit yuk ke pesawat.”
PESAWAAAATTTT BAGI DUIIT DDOOONNKKK! PESAWAAAATTTT BAGI DUIIT DDOOONNKKK! PESAWAAAATTTT BAGI DUIIT DDOOONNKKK!
“sonofmountmalang”