Dulu, Ting.
Duluuuuu sekali.
Ketika aku masih kecil, di kaki Gunung Malang, aku dan teman-temanku punya satu hobi yang tidak mungkin bisa dilakukan anak zaman now.
Mau tau hobiku apa?
Tentu saja jawabnya mau kaannnn!
Dulu, selain bermain di hutan, kebun teh, kebun cengkeh atau kebun kopi atau sungai, atau sawah, ada satu lagi hobiku yang seruuuu sekali
Yaitu…..MENGEJAR HUJAAANNNN!
Hah? Mengejar hujan?
Dengar ya cerita selanjutnya.
Jadi ya, dulu, waktu aku kecil, bareng teman-temanku, ada hari di mana kami semua mengejar hujan, dikejar hujan. Biasanya terjadi kalau sedang asik bermain layangan. Tiba-tiba angin berhembus kencang, langit mulai mendung dan kalau sudah begitu, turunkan layangan, bersiaplah untuk dikejar dan mengejar hujan.
Caranya, aku dan temanku harus berada di area bebas hambatan. Lokasi paling ideal di sawah. Di sawah, aku bisa berlari bebas di pematangnya. Kedua, aku dan temanku harus tahu posisi hujan jatuhnya sudah berada di mana. Caranya dengan melihat pasukan putih turun dari langit dan suara gemuruh. Kalau sudah tahu posisi hujan akan bergerak ke mana, aku dan temanku mengambil ancang-ancang berlari di depan hujan. Tujuannya adalah jangan sampai terkena air hujan yang bergerak turun di belakang kita. Caranya, berlari sekencang mungkin sampai bertemu saung untuk berlindung dari hujan.
Dalam hitungan 1, 2, 3….., lariiiiiiiiiiiii!
Aku dan temanku berlari sekuat tenaga dan sejauh mungkin dari hujan. Lari melewati pematang sawah. Lari pontang panting. Sekencang mungkin.
Kalau lari sudah kencang, lalu bisa menang melawan hujan? Oh, belum tentu. Beberapa temanku tercebur ke sawah, beberapa lagi terjebak kakinya di pematang sawah lembek. Hanya sebagian yang berhasil menang balapan bersama hujan.
Kalau semuanya kalah? Langkah selanjutnya adalah mengejar hujan. Aku dan temanku menentukan titik berupa saung di depan sana di mana hujan akan datang mengguyur sekitarnya. Pemenangnya ditentukan siapa yang sampai duluan ke saung tersebut. Aku dan temanku atau hujan.
Aku dan temanku menang? Kadang menang melawan hujan, kadang kalah. Meski menang atau kalah, pada akhirnya, aku dan temanku tetap hujan-hujanan. Karena hujan-hujanan merupakan salah satu hiburan paling menyenangkan bagi anak-anak di kaki Gunung Malang. Bersama hujan, aku dan temanku bisa bermain, bahagia, tertawa dan tentu saja donk pulangnya kena omelan. Bukan karena orang tua khawatir pada kita semua sakit karena masuk angin, tetapi stock baju tidaklah banyak dan untuk bisa mengeringkan baju di udara dingin itu termasuk PR bagi semua orang tua. Baju jadi cepat rusak. Tak masalah itu. Aku dan temanku tak pernah khawatir soal baju. Karena lihat saja, esoknya akan diulang lagi dan terus diulang. Tidak pernah bosan, mengejar dan dikejar hujan. Selalu basah kuyup, kedinginan. Kalah – menang, selalu basah kuyup kedinginan.
Kamu harus mencoba, Ran! Permainan mengejar dan dikejar hujan. Dijamin ketagihan.
Oh ya, kamu tahu nggak, apa yang paling nikmat di waktu aku kecil, setelah menggigil kedinginan bermain hujan? Mau tau?
Besok aku lanjutin dongengnya ya. Sekarang, kita harus istirahat, memejam mata sementara, supaya besok bangun pagi kembali segar.
Oke?
Ranting, si pendengar dongeng, menjawabnya, “Oke…” kemudian dia membetulkan posisi dan siap bermimpi indah.
Selamat tidur, bermimpi indahlah!
-
Berbahagialah siapa pun yang masih bisa menikmati gemuruh hujan di sawah.
“sonofmountmalang”